Kiky Saputri Sentil Diagnosis Stroke Kuping bikin Mertua Ditertawakan Dokter Singapura, IDI Bereaksi
JAKARTA, iNewsSukabumi.id - Curhatan komika Kiky Saputri yang menyentil dokter Indonesia gara-gara diagnosis mertua kena stroke kuping dan berujung ditertawakan dokter Singapura viral di media sosial. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) langsung bereaksi.
Sebelumnya, Kiky Saputri di laman Twitternya membalas ungghan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal banyaknya warga Indonesia yang memilih berobat ke luar negeri.
"Hampir 2 juta orang Indonesia masih memilih berobat ke luar negeri setiap tahunnya. Kurang lebih 1 juta ke Malaysia, 750 ribu ke Singapura, sisanya ke Jepang, Amerika, Jerman, dll," tulis Jokowi di akun Twitter @jokowi.
Meliha cuitan tersebut, Kiky Saputri pun membalas dan menceritakan kondisi mertuanya yang terpaksa harus berobat ke Singapura.
Menurut hasil diagnosis dokter Indoneisa, mertua Kiky Saputri ini menderita stroke kuping. Namun begitu diperiksa oleh dokter Singapura, sang mertua disebut hanya sakit flu biasa yang berujung bindeng ke telinga.
Bahkan dokter Singapura itu sampai menertawakan mertua Kiky Saputri terkait hasil diagnosis dari dokter Indonesia tersebut.
"Mertua saya didiagnosa stroke kuping karena tiba2 pendengarannya terganggu. Disuntik dalemnya malah makin parah pendengarannya.
Akhirnya ke RS Spore dan diketawain sama dokternya mana ada stroke kuping. Itu cuma flu jadinya bindeng ke telinga dan sekarang udah sembuh," cuit Kiky di akun Twitter @kikysaputrii, pada Selasa (7/3/2023).
Cuitan pemain sitkom Lapor Pak ini pun langsung menjadi trending dan perbincangan di medsos Twitter.
Bahkan Wakil Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Slamet Budiarto ikut menanggapi. Ia menegaskan kualitas dokter dan tenaga kesehatan Indonesia tak kalah hebat dari luar negeri.
"SDM dokter di Indonesia dan Singapura itu gak beda jauh dan gak kalah dari luar negeri," ujar dr Slamet pada Rabu (8/3/2023).
Menurutnya, hal yang membedakan antara rumah sakit di Indonesia dan luar negeri adalah ketersediaan alat kesehatan dan juga sistem pembayarannya.
Pasien di Indonesia kebanyakan diibiayai dan disubsidi oleh BPJS Kesehatan. Tak hanya itu, alat kesehatan dan obat-obatan pun masih banyak yang dikenai pajak. Hal tersebut secara tidak langsung akan mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia.
Maka dari itu, seharusnya ini menjadi PR untuk pemerintah untuk menangani permasalahan tersebut.
"RS itu ada keengganan beli alat canggih karena mahal, terkena pajak. IDI sudah menyurati ke Presiden agar obat dan alkes gak dikenai pajak," paparnya.
"Kenapa orang lari ke Penang, Singapura, ya itu tadi. Di sana pelayanan lebih komperhensif karena alkes canggih sehingga dokternya bebas menggunakan alat untuk diagnosa. Tapi kalo SDM sama. keahliannya juga sama," tambahnya.
Selain itu, dr Slamet menyebut bagus tidaknya pelayanan kesehatan tergantung dari kebijakan Menteri Kesehatan. Maka dari itu, ia meminta agar Menkes membuat kebijakan yang saling menguntungkan antara petugas kesehatan seperti dokter dan pasiennya.
"RS Pemerintah yg di bawah Menkes harus bisa menjadi role model," pungkasnya.
Editor : Hikmatul Uyun
Artikel Terkait