Bareskrim Buru Jaringan Pemburu Gajah di Balik Perdagangan Gading Miliaran Rupiah

Ari Sandita Murti
- Bareskrim Polri mengusut gading gajah yang digunakan dalam kasus perdagangan ilegal pipa rokok, patung, dan ukiran di Sukabumi, Jawa Barat. (Foto: Dok)

JAKARTA, iNewsSukabumi.id  - Bareskrim Polri mengusut gading gajah yang digunakan dalam kasus perdagangan ilegal pipa rokok, patung, dan ukiran di Sukabumi, Jawa Barat. Dalam kasus ini, nilai jual gading gajah bisa mencapai lebih dari Rp1 miliar.

Dirtipidter Bareskrim Polri, Brigjen Nunung Syaifuddin, menyatakan bahwa pihaknya akan melakukan tes DNA di UGM. "Kita akan melakukan tes DNA di UGM untuk memastikan asal-usul gading gajah ini berasal dari Asia bagian mana, apakah dari Sumatra, apakah dari Thailand atau dari India dan lain sebagainya," ujarnya pada Senin (26/5/2025).

Meski hasil pengecekan BRIN telah memastikan bahwa barang bukti memang terbuat dari gading gajah, polisi akan berkoordinasi dengan tim ahli dari berbagai universitas untuk mengetahui asal spesifik gading tersebut.

Kaitan dengan Perburuan Liar dan Nilai Aset Sitaan

Brigjen Nunung menduga adanya kaitan kasus ini dengan jaringan perburuan gajah liar di Sumatera. "Beberapa waktu yang lalu pernah viral terkait dengan penemuan gajah akibat perburuan liar di daerah Sumatra yang saat ini belum pernah kita ungkap. Kita akan telusuri apakah ada kaitannya dengan jaringan pemburu gajah liar ini yang ada di Lampung, di Aceh, Riau, dan lainnya," jelasnya.

Dari pengungkapan kasus empat tersangka—IR (55), ST alias IF (53), SS (46), dan JF (44)—polisi menyita aset senilai Rp2,3 miliar. Para pelaku menjual produk gading gajah, seperti pipa rokok, gelang, dan tongkat, dengan harga bervariasi mulai dari jutaan hingga belasan juta rupiah. Nilai satu gading gajah utuh bahkan bisa mencapai lebih dari Rp1 miliar, tergantung pembeli.

Ancaman Hukuman dan Komitmen Penegakan Hukum

Keempat tersangka dijerat pasal berlapis, yaitu Pasal 40A ayat 1 huruf F juncto Pasal 21 ayat 2 huruf C Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990, serta Pasal 40 ayat 1 huruf H juncto Pasal 21 ayat 2 huruf G Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990. Ancaman hukuman maksimal adalah 15 tahun penjara.

"Penegakan hukum terhadap tindak pidana konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan langkah strategis dalam menjaga kelestarian lingkungan dan habitat satwa yang hampir punah," tegas Nunung. Ia berharap kasus ini dapat menimbulkan efek jera dan menjadi peringatan bagi pihak lain.

Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network