JAKARTA, iNews.id —Kisah perjuangan Warsini untuk berangkat naik haji ke Tanah Suci tidaklah mudah, butuh waktu bertahun-tahun untuk menabung dari hasil jualan bubur. Ini bukan sinetron, namun kisah nyata tukang bubur naik haji.
Warsini (60 tahun) merupakan jemaah haji asal Balikpapan, Kalimantan Timur. Sejak muda, Warsini merantau dari tanah kelahirannya di Kediri, Jawa Timur ke Balikpapan.
Setelah suaminya berhenti sebagai karyawan perusahaan sementara anak-anaknya masih kecil, Warsini memutuskan berjualan bubur kacang ijo, bubur ketan hitam, dan bubur sumsum. Dia dibantu sang suami.
Sejak muda, Warsini sudah bercita-cita ingin naik haji. Bertahun-tahun dia menyisihkan penghasilannya lalu ditabung.
“Sehari-hari saya jualan bubur kacang ijo, bubur ketan hitam, bubur sumsum, saya yang jualan, suami bantu-bantu. Dulu suami pernah kerja di perusahaan, sudah berhenti, sementara anak masih kecil-kecil,” tutur Warsini kepada Media Center Haji (MCH) sebelum pelepasan jamaah pertama pulang ke Tanah Air dikutip, hari ini.
Pada hari-hari biasa, harga setiap porsi buburnya dihargai Rp7.000, namun setiap Jumat menjadi Rp5.000. Dia pun menggratiskan buburnya bagi orang yang ingin makan bubur tapi tidak punya uang.
“Penghasilan dari jualan bubur tak tentu, tapi setiap harinya saya sisihkan untuk nabung pergi haji, cita-cita saya sejak muda, pergi haji. Lama nabungnya, tapi saya tetap sabar,” kata Warsini yang menunggu haji selama 12 tahun.
Ibu beranak tiga dan sudah memiliki cucu ini sejak memulai usahanya sudah mencanangkan program Jumat berkah. "Jumat berkah ini sudah saya lakukan sejak memulai usaha ini. Saya cari berkahnya dengan menurunkan harga jualan saya,” ujar wanita yang selalu melafalkan kalimat syukur saat berbincang.
“Saya juga sering memberi bubur gratis pada yang mau bubur tapi enggak punya uang, saya kasih, saya ikhlas, yang saya cari kan tabungan nanti di akhirat, yang penting ikhlas, itu kuncinya,” kata Warsini yang tinggal di wilayah Muara Jawa, Balikpapan.
Dia mengaku setiap Jumat terkadang mendapat pesanan bubur dari dari perusahaan-perusahaan yang berada di sekitar tempat dia jualan.
"Perusahaan tahu Jumat berkah itu, sehingga banyak pesan untuk karyawannya, jumlahnya enggak tentu, 50-100 porsi. Alhamdulillah senang, disyukuri saja,” terang Warsini yang ketiga anaknya melanjutkan pendidikannya hingga perguruan tinggi.
Selama melaksanakan rangkaian ibadah haji, dia merasa dimudahkan, semuanya berjalan lancar. Selama di Arafah, dia merasakan panas, tapi hal serupa juga dialami jemaah lainnya. Saat bermalam di Mina dan melempar jumrah, Warsini dan suaminya tidak menemui kendala, seluruhnya berjalan lancar, dan terakhir saat tawaf ifadah.
“Saat lempar jumrah dan tawaf ifadah, seluruhnya alhamdulillah lancar,” katanya. Dia mengaku sangat bahagia, terharu, sedih, dan bersyukur saat pertama kali melihat Ka'bah. Tidak banyak doa yang dia langitkan pada Tuhan saat itu.
“Sedih, senang, bersyukur, ya Allah. Doa saya, hanya minta sehat, minta rezeki yang berkah, dan minta ke sini lagi sama anak, cucu, menantu, doa saya begitu saja, sama dengan doa yang dipanjatkan saat di Arafah,” katanya.
Editor : Eka L. Prasetya
Artikel Terkait