JAKARTA, iNewsSukabumi.id - Azim Premji adalah seorang muslim terkaya di India yang terkenal sebagai raja teknologi India dan pemilik perusahaan multinasional India, Wipro. Berdasarkan data Forbes, kekayaannya sebagai orang terkaya ke-11 di India mencapai 9,5 miliar dolar AS atau setara dengan Rp135,7 triliun.
Premji memulai karir bisnisnya pada usia 20-an setelah menyelesaikan sekolah di Mumbai dan kuliah di Teknik Elektro Universitas Stanford. Namun, ketika ayahnya meninggal dunia dan untuk menjalankan bisnis ayahnya, dia harus kembali ke India dan meninggalkan kuliahnya di tengah jalan.
Meskipun awalnya Premji tidak memiliki keahlian dalam menjalankan perusahaan, namun dia berhasil memimpin perusahaan dengan caranya sendiri. Perusahaan mulai membuat beberapa produk baru seperti produk listrik, silinder hidrolik, dan lainnya. Ketika IBM meninggalkan India pada 1977, memberinya banyak peluang bagus. Premji pun memanfaatkan kesempatan tersebut dan perusahaannya mulai memproduksi perangkat keras TI, perangkat lunak, layanan TI, dan sebagainya.
Premji juga dikenal karena keterampilan manajemen dan bisnisnya yang efektif. Dia percaya untuk mencapai kesuksesan dalam hidup Anda perlu memiliki ketekunan, kejujuran, dan kerja keras. Karena kesuksesan bisnisnya, Premji pernah menjadi orang terkaya kelima di India pada 2020 dan Wipro memiliki saham di berbagai indeks pasar saham seperti Sensex dan Nifty.
Namun, Premji tidak hanya fokus pada bisnis semata. Dia juga merupakan filantropis terbesar di India dan telah menyumbangkan lebih dari 30 persen kekayaannya untuk amal. Dia memulai Azim Premji Foundation pada 2001 untuk meningkatkan sistem pendidikan India dengan memfasilitasi universalisasi pendidikan dasar. Pada 2022, yayasannya menyumbangkan 150 juta dolar AS untuk memberikan bantuan bagi masyarakat yang terkena dampak pandemi Covid-19.
Premji terkenal karena keberhasilannya dalam bisnis dan juga dalam filantropi. Meskipun menjadi salah satu orang terkaya di India, dia lebih memilih untuk menjalani kehidupan yang sederhana dan fokus pada filantropi daripada popularitas dan uang.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait