JAKARTA, iNews.id —Winda Utami juru bahasa isyarat menawan perhatian masyarakat karena penuh semangat sambil bergoyang saat Farel Prayoga bernyanyi Ojo Dibandingke di Istana Merdeka pada 17 Agustus 2022. Saat itu seluruh peserta upacara berjoget di dekat panggung. Winda menginterpretasikan lagu tersebut dengan penuh semangat sambil bergoyang, agar bisa dinikmati oleh para pemirsa tuli.
Cara menerjemahkan lagu tersebut bagi masyarakat awam barangkali hal yang tidak biasa dilihat dalam acara formal. Namun menurut Winda, cara seperti itu diperlukan agar masyarakat tuli dapat memahami situasi yang terjadi.
Perempuan yang telah mempelajari bahasa isyarat Indonesia (Bisindo) sejak 2011 itu menjelaskan dalam bahasa isyarat, ada tiga hal terpenting yakni isyarat, ekspresi, dan verbal. JBI dalam penyampaiannya perlu menggambarkan situasi dalam acara tersebut dengan gerakan tubuh.
Dalam hal musik, Winda menginterpretasikan dengan mengisyaratkan tiap-tiap alat musik yang digunakan, serta suasana yang terjadi agar dipahami pemirsa tuli.
“Masalah joget goyang sih itu sih reflek saja, karena saya menggambarkan situasi itu lagunya buat joget enak. Apalagi di situ menteri-menteri pada senyum, pada joget. Nah kalau saya kaku, diam saja, kan nanti situasinya ‘ada apa nih?’ Kan jadi aneh,” ujar Winda, Sabtu (20/8/2022).
Beda halnya saat Winda pernah menginterpretasikan lagu band Tanah Air, GIGI. Musik rock yang dibawakan grup band tersebut bernuansa keras, sehingga ia tidak harus berjoget agar pemirsa tuli memahami.
Winda, yang tergabung dalam lembaga juru bahasa isyarat Indonesia atau Indonesia Sign Language Interpreter (INASLI) mengakui menjadi JBI di HUT ke-77 RI adalah kali pertamanya, setelah malang melintang di acara-acara resmi pemerintahan, institusi dan acara berita di televisi.
Interpretasi lagu Ojo Dibandingke dilakukannya dengan spontanitas. Lagu berbahasa Jawa tersebut diinterpretasikan Winda ke dalam Bisindo agar dapat dipahami. Bisindo tidak seperti bahasa Indonesia pada umumnya yang memiliki pola SPOK (Subyek, Predikat, Obyek, dan Keterangan).
Winda mengatakan dalam Bisindo, obyeknya didahulukan. Misalnya pada lirik Wong kok ngene ojok dibanding-bandingke (Orang seperti ini jangan dibanding-bandingkan). Dalam Bisindo, akan diinterpretasikan “Orang seperti ini dibanding-bandingkan, jangan.”
Sebelumnya, Winda bahkan tidak pernah membayangkan akan menginterpretasikan lagu tersebut, karena tidak ada di rundown acara. Awalnya, Winda sempat terkejut setelah melihat Farel bersiap menyanyi dan dalam siaran langsung. Namun Winda berupaya tenang dan yakin mampu menerjemahkan lagu berbahasa Jawa itu ke dalam bahasa isyarat. Winda setidaknya paham bahasa Jawa karena pernah tinggal di Solo.
“Jadi, saya dalam lagu tersebut berusaha tetap mengikuti struktur Bisindo, tapi tetap menikmati lagunya,” kata dia. Viral Banyak dari akun-akun media sosial mengunggah ulang video Winda saat menginterpretasikan lagu Ojo Dibandingke. Bahkan, ada pula ajakan untuk menjadikan gerakan Winda untuk diviralkan menjadi dance cover lagu tersebut. Winda menanggapi dengan santai.
Ia mempersilakan bagi warganet yang mengapresiasi cara interpretasinya pada lagu Ojo Dibandingke untuk mempelajari gerakannya agar bisa dipahami untuk masyarakat tuli. Harapannya, dengan populernya video dirinya, Winda dapat mengajak masyarakat dengar lebih tertarik untuk berkomunikasi dengan teman tuli.
Berkomunikasi dengan orang tunarungu tidak harus menggunakan bahasa isyarat, melainkan juga secara verbal dengan membuka masker dan berbicara pelan kepada masyarakat tuli, ataupun menggunakan tulisan yang diketik di ponsel.
“Jangan takut untuk komunikasi dengan teman tuli, syukur-syukur kalau mau belajar bahasa isyarat komunikasi dasar bahkan lebih bagus,” ujar Winda. Di lubuk hatinya, Winda juga menaruh harapan pada dunia hiburan Tanah Air agar dapat memperluas akses untuk tuli. Misalnya dengan memberikan teks pada film-film Indonesia.
Banyak masyarakat tuli enggan menonton film Indonesia karena kendala tidak adanya teks subtitel bahasa Indonesia. Selain itu, dia berharap acara konser di Indonesia dapat menyediakan JBI seperti konser-konser di luar negeri yang sudah mencapai kesadaran untuk akses disabilitas.
Editor : Eka L. Prasetya