Cara Menagih Utang dalam Islam

Rilo Pambudi
Cara menagih utang dalam Islam (Foto: Rawpixel)

SUKABUMI, iNews.id —Hukum menagih utang dan cara menagih utang dalam Islam menjadi hal yang penting untuk kita ketahui. Utang piutang memang sering menjadi persoalan sehari-hari di dalam masyarakat. Bagi kaum muslim, ada beberapa adab dalam menagih utang yang baik. Akad utang alias qardh dalam istilah fiqih dikenal dengan sebutan aqad al-irfaq (akad yang didasari atas rasa belas kasih).  

Oleh karena itu, syariat Islam tidak membenarkan segala macam praktek utang piutang yang memberatkan pihak yang berutang (muqtaridh) dan menguntungkan pihak yang memberi utang (muqridh).  

Sebab, logika untung-rugi tersebut sangat bertentangan dengan asas yang mendasari akad utang, yakni rasa belas kasih. Lantas bagaimana hukum menagih utang yang baik dalam Islam? Berikut ini adalah penjelasannya. 

Hukum Menagih Utang dalam Islam Dilansir iNews.id dari laman NU, Senin (18/7/2022), menentukan batas pembayaran utang oleh muqridh kepada muqtaridh merupakan hal yang dapat menyebabkan akad utang (qardh) menjadi tidak sah. 

Hal itu dianggap berlawanan dengan dasar yang disyariatkan dalam akad utang.  Meski demikian, mazhab Maliki menilai hal demikian masih dianggap wajar sehingga tetap dihukumi sah. Hal tersebut seperti yang telah dijelaskan dalam kitab al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu: 

ولا يصح عند الجمهور اشتراط الأجل في القرض ويصح عند المالكية 

“Tidak sah mensyaratkan batas waktu pembayaran dalam akad utang menurut mayoritas ulama dan persyaratan tersebut tetap sah menurut mazhab malikiyah,” (Syekh Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, juz 5, hal. 3792). 

Meski begitu, syariat memberikan hak seseorang untuk menagih utang ketika yang diberi utang dalam keadaan mampu dan memiliki harta yang cukup untuk membayar. Ini berbeda dengan muqtarid yang dalam keadaan tidak mampu untuk membayar utang.  

Jika kondisinya demikian, muqridh tidak diperkenankan atau haram hukumnya untuk menagih utang pada muqtaridh. Pemberi utang wajib menunggu sampai muqtaridh berada dalam kondisi lapang. Hal tersebut seperti dijelaskan dalam kitab Mausu'ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah:

 آثار الاستدانة - حق المطالبة ، وحق الاستيفاء: وندب الإحسان في المطالبة ، ووجوب إنظار المدين المعسر إلى حين الميسرة بالاتفاق  

“Dampak-dampak dari adanya utang adalah adanya hak menagih utang dan hak membayar utang. Dan disunnahkan bersikap baik dalam menagih utang serta wajib menunggu orang yang dalam keadaan tidak mampu membayar sampai ketika ia mampu membayar utangnya, menurut kesepakatan para ulama,” (Kementrian Wakaf dan Urusan Keagamaan Kuwait, al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah, juz 3, hal. 268). 

Perintah untuk tidak menagih utang pada seseorang yang sedang dalam keadaan tidak mampu juga sesuai dengan firman Allah subhanahu wa Ta’ala dalam Surah Al Baqarah ayat 280. 

“Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui,” (QS. Al-Baqarah: 280). 

Adab Menagih Utang dalam Islam Dalam menagih utang, ada beberapa adab yang perlu diperhatikan oleh seorang muslim. Dilansir dari Kemenag, berikut ini adalah adab menagih utang yang baik sesuai dengan syariat: 

Pertama, menagih utang semestinya ketika sudah jatuh tempo sesuai dengan yang disepakati dengan pengutang. Dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah dijelaskan Imam Ahmad bin Hanbal berkata; Selayaknya pemberi pinjaman untuk menepati janjinya. 

Kedua, menagih utang dengan cara yang baik. Menagih utang dengan cara yang baik telah dijelaskan dalam hadits berikut ini: “Siapa yang menuntut haknya, sebaiknya menuntut dengan baik, baik pada orang yang ingin menunaikannya atau pada orang yang tidak ingin menunaikannya.” (HR. Ibnu Majah) 

Ketiga, jika yang pihak yang berutang belum mampu membayar, maka dianjurkan menunggu sampai mampu atau membebaskan utangnya. Hal ini sesuai dengan apa yang telah dijelaskan sebelumnya. “Siapa yang senang diselamatkan Allah dari kesusahan hari kiamat, maka sebaiknya menghilangkan kesusahan orang yang terlilit utang atau membebaskannya.” (HR. Muslim) 

Keempat, tidak boleh mengambil keuntungan dari utang, ,misalnya seperti bunga pinjaman. Hal ini seperti yang telah dijelaskan di dalam Al Quran tentang anjuran meninggalkan riba. “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan tinggalkan riba, jika kalian orang beriman.” QS. Al-Baqarah ayat 278. Itulah hukum menagih utang dalam Islam. Selain diperlukan adab dalam menagih utang, diperlukan kelapangan hati atau keikhlasan ketika utang tersebut memang tidak bisa dikembalikan. Wallahualam bisawab.

Editor : Eka L. Prasetya

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network