SUKABUMI, iNewsSukabumi.id - Kisah mualaf selalu menarik perhatian dan menjadi pelajaran berharga bagi umat Muslim. Salah satunya adalah perjalanan spiritual seorang mantan bos besar, Hasanudin, yang memutuskan untuk memeluk Islam. Kini, ia lebih memilih menjalani kehidupan sederhana dengan berjualan es cincau dan nanas.
Dalam sebuah video di kanal YouTube Gavy Story, Hasanudin, seorang penjual es nanas dan cincau dari Kota Sukabumi, Jawa Barat, membagikan kisah hidupnya yang menginspirasi.
Hasanudin pernah menjabat sebagai general manager di salah satu tempat hiburan di Jakarta. Kala itu, ia menjalani kehidupan yang penuh kemewahan, memiliki mobil serta rumah megah. Bahkan, penghasilannya mencapai Rp 100 juta per bulan.
"Dulu punya rumah tingkat di Jakarta, punya mobil. Ah pokoknya komplit lah. Dulu hidupnya bagus, enak. Dulu saya kerja di tempat hiburan, jadi general manager. Bosnya dulu saya," kata pria berusia lanjut itu.
Meskipun penghasilannya sangat besar pada waktu itu, Hasan hanya menyimpan uang sebesar Rp100 ribu. Sebagian besar penghasilannya ia serahkan kepada istrinya, karena ia merasa istrinya lebih membutuhkan dana yang lebih besar.
"Saya pegang Rp100 ribu saja, saya orangnya begitu. Istri kan di rumah pasti perlu, kalau saya enggak perlu," ujarnya sebagaimana melansir Okezone.
Namun, saat itu, konflik rumah tangga mulai bermunculan. Hasan akhirnya bercerai dengan istrinya, dan bahkan setelah menikah lagi, kehidupan rumah tangganya tetap diwarnai perpecahan. Hingga akhirnya, seluruh kekayaannya habis.
Suatu hari, Hasanudin bertemu dengan seorang wanita Muslim yang ingin dinikahinya. Namun, wanita tersebut mengajukan syarat agar Hasanudin masuk Islam, meski usianya sudah 43 tahun.
"Pertama, dari istri ketiga dia kan Islam. Jadi kalau mau nikah sama dia harus mualaf. Saya tanya orangtua, dulu mereka masih ada "gimana kalau saya masuk Islam?" Mereka bilang yang penting kamu sholat," tuturnya.
Hasan akhirnya memeluk Islam, meninggalkan masa lalunya yang penuh kemewahan. Ia kemudian merantau ke Sukabumi dan memulai kehidupan baru bersama istrinya. Meskipun hidupnya kini sederhana, Hasan merasa lebih bersyukur karena hatinya damai setelah menjadi seorang Muslim.
"Setelah jadi mualaf lebih tenang. Masalahnya begini, kalau kita lagi pusing baca doa kan, kita tenang. Saya pernah sholat tahajud 40 hari. Baca ayat Kursi sama Al Fatihah, udah tuh," katanya.
Hasan meyakini bahwa Allah selalu menolongnya di saat kesulitan. Suatu hari, ketika anaknya membutuhkan uang Rp300 ribu untuk membeli sepatu dan membayar uang sekolah, Hasan tidak memiliki uang sama sekali. Ia hanya bisa pasrah dan terus berusaha dengan berjualan es.
Hasan berjualan es cincau dari pagi hingga sore, namun dagangannya tak kunjung habis dan mulai rusak. Meskipun ada yang ingin membeli, Hasan menolak karena ia merasa dagangannya sudah tidak layak dikonsumsi.
"Saya bilang cincau udah enggak bisa diminum, itu cincau udah jelek saya engak mau jual. Dia bilang ya udah es nanas dua satu pakai es, satu lagi enggak pakai es dia beli dua jadi Rp10 ribu kan," ucapnya.
Pembeli itu memanggil Hasan kembali dan memberikan uang Rp300 ribu, jumlah yang sangat ia butuhkan. Hasan pun bersyukur bahwa Allah selalu memberikan rezeki, tak peduli seberapa kecil atau besarnya.
"Saya buka uangnya pas Rp300 ribu. Ya Allah saya sedih, Allah itu sering tolong saya. Allah tolong saya, saya jadi ada uang untuk beli sepatu anak saya. Allah tolong saya terus. Dulu saya dapat gaji Rp100 juta, sekarang nilainya dari itu," terangnya.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait