get app
inews
Aa Text
Read Next : Waktu Terbaik Makan Sahur dan Batas Akhirnya Ternyata Menjelang Azan Subuh, Seukuran Membaca 50 Ayat

10 Adab Sunah Berbuka Puasa, Teladani Apa yang Sudah Dicontohkan Rasulullah SAW

Senin, 27 Maret 2023 | 17:02 WIB
header img
Adab sunah buka puasa. Foto: Ist/Net

SUKABUMI, iNewsSukabumi.id - Adab sunah berbuka puasa sudah diajarkan dan dicontohkan Rasulullah  shallallahu’alaihi wa sallam. Kini kaum Muslim sepatutnya mengamalkan amalan sunah Rasulullah. Lantas apa saja yang patut diperhatikan terkait adab sunah buka puasa? Ustaz Sofyan Chalid bin Idham Ruray, Lc hafizhahullah memberikan penjelasan secara rinci.

Adapun adab sunah buka puasa yakni:

1. Menyegerakan Buka Puasa

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ

“Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Sahl bin Sa’ad As-Saa’idi radhiyallahu’anhu]

- Sepakat ulama bahwa yang dimaksud menyegerakan berbuka apabila telah terbenam matahari,[1] hendaklah segera berbuka, jangan ditunda-tunda.

- Kebaikan yang dimaksud dalam hadits ini adalah peneladanan terhadap sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam.[2]

- Hadits yang mulia ini juga sebagai bantahan terhadap golongan sesat Syi’ah dan Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani) yang menunda-nunda waktu berbuka sampai munculnya bintang-bintang.[3]

2. Cara Memastikan Terbenamnya Matahari

Memastikan terbenamnya matahari bisa dengan tiga cara:[4]
1) Melihat langsung.
2) Mendengar berita yang terpercaya.
3) Mendengar adzan Maghrib.

3. Hukum Orang yang Berbuka Sebelum Matahari Terbenam karena Mengira Sudah Terbenam

Kondisinya ada dua:

1) Kondisi ragu, yaitu apabila ia berbuka dalam keadaan ragu apakah matahari telah terbenam atau belum, kemudian akhirnya menjadi jelas bahwa ternyata matahari belum terbenam, maka puasanya batal dan wajib baginya untuk meng-qodho’, karena pada asalnya adalah tetapnya siang, tidak boleh dihukumi malam kecuali dengan keyakinan.[5]

2) Kondisi yakin, yaitu apabila ia berbuka dalam keadaan yakin bahwa matahari telah terbenam, kemudian ternyata menjadi jelas bahwa matahari belum terbenam, maka pendapat yang kuat insya Allah puasanya tidak batal, hendaklah ia melanjutkan puasanya sampai terbenam matahari dan tidak perlu meng-qodho’.

Berdasarkan hadits Asma’ binti Abu Bakr radhiyallahu’anhuma, beliau berkata,

أَفْطَرْنَا عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ غَيْمٍ، ثُمَّ طَلَعَتِ الشَّمْسُ
قِيلَ لِهِشَامٍ: فَأُمِرُوا بِالقَضَاءِ؟ قَالَ: لاَ بُدَّ مِنْ قَضَاءٍ
وَقَالَ مَعْمَرٌ: سَمِعْتُ هِشَامًا لاَ أَدْرِي أَقَضَوْا أَمْ لاَ

“Kami berbuka di masa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam pada hari mendung, kemudian matahari muncul.”
Dikatakan kepada Hisyam (rawi hadits): Apakah mereka diperintahkan untuk meng-qodho’? Beliau berkata: Harus di-qodho’.
Dan berkata Ma’mar, Aku mendengar Hisyam berkata: Aku tidak tahu mereka meng-qodho’ atau tidak.” [HR. Al-Bukhari]

Pendapat harus meng-qodho’ dalam riwayat di atas hanyalah ijtihad Hisyam bin Urwah rahimahumallah, bukan dari hadits Nabi shallallahu’alaihi wa sallam.

Pendapat yang lebih kuat insya Allah adalah puasa mereka tetap sah dan tidak wajib qodho’, karena tidak ada riwayat bahwa mereka diperintahkan untuk meng-qodho’, bahkan telah dinukil riwayat oleh Hisyam rahimahullah sendiri dari Bapaknya; Urwah rahimahullah, yang memastikan bahwa mereka tidak diperintahkan untuk meng-qodho’.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

وَقَدْ نَقَلَ هِشَامٌ عَنْ أَبِيهِ عُرْوَةَ أَنَّهُمْ لَمْ يُؤْمَرُوا بِالْقَضَاءِ وَعُرْوَةُ أَعْلَمُ مِنْ ابْنِهِ

“Dan Hisyam telah menukil dari bapaknya; Urwah, ‘Bahwa mereka tidak diperintahkan untuk meng-qodho’.’ Dan Urwah lebih berilmu dari anaknya.” [Majmu’ Al-Fatawa, 25/232]

4. Menu Buka Puasa yang Disunnahkan

Sahabat yang Mulia Anas bin Malik radhiyallaahu’anhu berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّىَ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ فَعَلَى تَمَرَاتٍ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbuka puasa dengan kurma muda sebelum sholat Maghrib, jika tidak ada kurma muda maka dengan kurma matang, jika tidak ada maka beliau meminum beberapa teguk air.” [HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi, Ash-Shahihah: 2650]

- Hadits yang mulia ini menunjukkan bahwa sunnah berbuka adalah dengan kurma muda, apabila tidak ada maka kurma matang, dan apabila tidak ada hendaklah berbuka dengan minum air putih sebagai gantinya, bukan kue yang manis-manis atau buah-buahan lainnya.

- Tidak disunnahkan memakan kurma dalam jumlah ganjil, karena tidak ada dalil shahih yang menujukkannya, yang ada dalil shahih hanyalah ketika memakan kurma sebelum keluar untuk sholat Idul Fitri, maka disunnahkan dalam jumlah ganjil, dan minimal 3 butir kurma.[6]

- Hadits yang mulia ini juga menunjukkan bahwa waktu berbuka sebelum sholat Maghrib, namun tidak boleh dengan alasan berbuka kemudian melalaikan sholat Maghrib berjama’ah di awal waktu, maka yang lebih baik adalah menunda makan malam sampai setelah sholat Maghrib agar tidak terlambat.[7]

- Kecuali apabila makan malam telah dihidangkan dan seseorang sangat ingin makan, maka hendaklah ia makan terlebih dahulu agar ia sholat dengan khusyu', tidak memikirkan makanan.[8]

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا قُدِّمَ العَشَاءُ، فَابْدَءُوا بِهِ قَبْلَ أَنْ تُصَلُّوا صَلاَةَ المَغْرِبِ، وَلاَ تَعْجَلُوا عَنْ عَشَائِكُمْ

“Apabila makan malam telah dihidangkan maka makanlah dulu sebelum kalian sholat Maghrib, jangan kalian tunda makan malam kalian.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu]

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

لَا صَلَاةَ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ، وَلَا هُوَ يُدَافِعُهُ الْأَخْبَثَانِ

“Tidak ada sholat apabila makanan telah dihidangkan dan tidak pula orang yang sedang menahan dua kotoran (buang hajat).” [HR. Muslim dari Aisyah radhiyallahu’anha]

5.Waktu Buka Puasa di Negeri yang Siangnya Panjang

Kondisinya ada dua keadaan:

1) Apabila waktu siang dan malam masih terbedakan dengan terbitnya fajar dan terbenamnya matahari, walau waktu siangnya jauh lebih panjang daripada waktu malam maka wajib untuk sholat dan puasa sesuai waktu yang ditetapkan syari’at, sehingga waktu mulai berpuasa tetap setelah terbit fajar dan waktu berbuka juga tetap setelah terbenamnya matahari.

Namun bagi yang tidak mampu menyempurnakan puasa, atau khawatir akan membinasakannya, atau menyebabkan sakit parah maka boleh baginya untuk membatalkan puasanya dan wajib baginya untuk qodho’.[9]

Hukumnya sama dengan orang sakit yang masih diharapkan kesembuhannya.

2) Apabila waktu siang dan malam tidak terbedakan, yaitu tidak terlihat matahari terbit dan tidak pula tenggelam, maka hendaklah diperkirakan waktu sholat 5 waktu dalam 24 jam, dan hendaklah berpatokan pada negeri terdekat yang mampu membedakan antara waktu siang dan malam.

Demikian pula waktu puasa, hendaklah diperkirakan waktu Shubuh dan waktu Maghrib dalam 24 jam, dan hendaklah berpatokan pada negeri terdekat yang mampu membedakan antara waktu siang dan malam.[10]

Sebagaimana dalam hadits tentang kedatangan dajjal yang waktu seharinya bagaikan setahun, sebulan dan sepekan, maka Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam memerintahkan untuk memperkirakan waktu sholat.

6. Waktu Buka Puasa di Pesawat dan di Gedung Tinggi

Hukum asalnya adalah mengikuti waktu di tempat di mana seseorang berada, jika di darat mengikuti waktu darat dan jika di udara mengikuti waktu di udara.

Misalkan seseorang berada di pesawat di langit Jakarta, maka orang-orang yang berada di daratan Jakarta akan lebih dulu melihat matahari tenggelam, maka disyari’atkan bagi mereka untuk berbuka.

Adapun yang sedang di pesawat di udara, apabila ia masih menyaksikan matahari maka tidak boleh baginya untuk berbuka atau sholat Maghrib sampai menyaksikan atau memastikan matahari sudah tenggelam.

Demikian pula ketika masuk waktu Maghrib saat seseorang berada di bandara, maka hendaklah ia berbuka dan sholat Maghrib. Apabila ia naik pesawat atau tiba di tempat tujuan, waktu Maghrib belum masuk maka ia tidak perlu meneruskan puasa dan tidak perlu sholat Maghrib lagi, karena waktu berbuka dan sholatnya di tempat di mana ia berada sebelumnya saat masuk waktu tersebut.[11]

Hukum yang sama juga berlaku bagi orang yang berada di gedung tinggi, apabila ia masih melihat matahari belum tenggelam secara sempurna maka tidak boleh baginya berbuka, walau orang yang berada di gedung yang sama di bagian bawahnya telah berbuka, karena ia melihat matahari telah terbenam.[12]

Dan apabila orang yang di udara atau di gedung yang tinggi telah melihat matahari tenggelam secara sempurna, namun langit masih sangat terang, maka tidak masalah bagi mereka untuk berbuka puasa.[13]

7. Hukum Puasa Wishol

Tidak boleh berpuasa wishol, yaitu menyambung puasa tanpa berbuka dan tanpa sahur, hanya saja bagi yang ingin melakukannya diberikan keringanan sampai sahur saja, namun meninggalkannya lebih baik.[14]

Berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam,

لاَ تُوَاصِلُوا، فَأَيُّكُمْ إِذَا أَرَادَ أَنْ يُوَاصِلَ، فَلْيُوَاصِلْ حَتَّى السَّحَرِ، قَالُوا: فَإِنَّكَ تُوَاصِلُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ: إِنِّي لَسْتُ كَهَيْئَتِكُمْ إِنِّي أَبِيتُ لِي مُطْعِمٌ يُطْعِمُنِي، وَسَاقٍ يَسْقِينِ

“Janganlah kalian menyambung puasa, siapa diantara kalian yang ingin menyambung maka sambunglah sampai waktu sahur. Para sahabat berkata: Sesungguhnya engkau menyambung puasa wahai Rasulullah? Beliau bersabda: Sungguh aku tidak seperti keadaan kalian, aku bermalam dalam keadaan ada yang memberiku makan dan minum.” [HR. Al-Bukhari dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu’anhu]

8.  Anjuran Sedekah Buka Puasa dan Makan Sahur

Termasuk amalan agung di bulan ini, memberi sedekah buka puasa dan sahur untuk orang yang berpuasa.

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا

“Barangsiapa memberi makan orang yang berbuka puasa maka ia mendapat pahala yang sama dengannya tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut.” [HR. At-Tirmidzi dari Zaid bin Khalid Al-Juhani radhiyallahu’anhu, Shahihul Jaami’: 6415]

9. Hukum Ifthor Jama’i (Buka Puasa Bersama)

Ifthor jama’i atau buka puasa bersama bukanlah ibadah secara khusus, namun boleh dikerjakan selama perkumpulan tersebut tidak diniatkan sebagai ibadah secara khusus, dan apabila dikhawatirkan muncul riya’ atau sum’ah ketika buka puasa sunnah bersama maka sebaiknya ditinggalkan.[15]

10. Beberapa Permasalahan Terkait Doa Buka Puasa dan saat Puasa

1) Anjuran Banyak Berdoa saat Sedang Puasa

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ لَا تُرَدُّ، دَعْوَةُ الْوَالِدِ، وَدَعْوَةُ الصَّائِمِ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ

“Ada tiga doa yang tidak akan ditolak: Doa orang tua (untuk anaknya), doa orang yang berpuasa, dan doa musafir.” [HR. Al-Baihaqi dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Ash-Shahihah: 1797]

2) Anjuran Banyak Berdoa di Siang dan Malam Bulan Ramadhan

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ لِلَّهِ عُتَقَاءَ مِنَ النَّارِ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ، وَلِكُلِّ مُسْلِمٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ

“Sesungguhnya Allah memiliki hamba-hamba yang dibebaskan dari neraka di setiap siang dan malam Ramadhan, dan bagi setiap muslim di setiap malam dan siangnya ada doa yang pasti dikabulkan.” [HR. Ath-Thobrani dalam Al-Mu’jam Al-Aushat dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu’anhu, Shahihut Targhib: 1002]

3) Adakah Doa Khusus saat Buka Puasa?

Ulama berbeda pendapat dalam menghukumi shahih tidaknya hadits-hadits tersebut, dan yang paling dianggap shahih adalah doa dengan lafaz,

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ، وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ

“Dzahabaz Zhoma’ wab-tallatil ‘uruuqu wa tsabatal ajru insya Allah”
“Telah hilang dahaga, telah basah urat-urat dan telah tetap pahalanya insya Allah.” [HR. Abu Daud dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma]

Sebagian ulama seperti Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah menshahihkan hadits ini,[16] dan Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah mendha’ifkannya.[17] Dan dalam salah satu fatwa Asy-Syaikh Ibnul ‘Utsaimin rahimahullah, beliau tidak memastikan keshahihannya, beliau menyebutkan padanya ada kelemahan dan beliau mengatakan bahwa sebagian ulama menghasankannya.[18]

Maka dalam perkara ini ada keluasan bagi penuntut ilmu untuk meneliti pendapat mana yang lebih kuat, dan tidak ada celaan bagi orang yang mengikuti salah satu pendapat ulama tersebut sesuai dengan ilmu yang ia miliki atau hasil penelitiannya, dan kami sendiri cenderung kepada pendapat yang melemahkannya.

Akan tetapi tetap dianjurkan untuk banyak berdoa ketika berpuasa dan ketika berbuka puasa, berdasarkan dalil-dalil yang umum tentang anjuran banyak berdoa di bulan Ramadhan dan ketika berpuasa, yang telah kami sebutkan sebelumnya.

4) Jangan Lupa Tetap Membaca Doa Sebelum dan Sesudah Makan Ketika Buka Puasa

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فَإِنْ نَسِىَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فِى أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ

“Apabila seorang dari kalian mau makan maka ucapkanlah nama Allah ta’ala (Bismillaah), jika ia lupa mengucapkan nama Allah ta’ala sebelum makan, hendaklah ia mengucapkan,

بِسْمِ اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ

“Bismillaahi awwalahu wa aakhirohu” Dengan nama Allah pada awalnya dan akhirnya.” [HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi dari Aisyah radhiyallahu’anha, Shahihul Jami’: 380]

Adapun doa setelah makan, disebutkan dalam hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam,

مَنْ أَكَلَ طَعَامًا فَقَالَ: الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَطْعَمَنِي هَذَا وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّي وَلاَ قُوَّةٍ، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa makan makanan lalu membaca,

الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَطْعَمَنِي هَذَا وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّي وَلاَ قُوَّةٍ

“Alhamdulillaahillaadzi ath’amaniy hadza wa rozaqoniyhi min ghairi haulin minni walaa quwwatin.”

‘Segala puji bagi Allah yang telah memberi aku makan dan menganugerahkan rezeki itu kepadaku tanpa ada upaya dan kekuatan dariku’, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” [HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi, dan ini lafaz At-Tirmidzi, dari Mu’adz bin Anas Al-Juhani radhiyallahu’anhu, Shahihut Targhib: 2042]

5) Doa untuk Orang yang Memberi Makan Buka Puasa

Diantaranya dengan doa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam,

أَفْطَرَ عِنْدَكُمُ الصَّائِمُونَ، وَأَكَلَ طَعَامَكُمُ الْأَبْرَارُ، وَصَلَّتْ عَلَيْكُمُ الْمَلَائِكَةُ

“Afthoro ‘indakumus shooimuuna, wa akala tho’amakumul abrooru, wa shollat ‘alaykumul malaaikah”

“Orang-orang yang berpuasa telah berbuka di tempat kalian, orang-orang baik telah memakan makanan kalian dan semoga para malaikat bersholawat atas kalian.” [HR. Abu Daud dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Shahihul Jaami’: 1137]

Dan doa umum untuk setiap orang yang memberi makan atau minum kepada kita,

اللهُمَّ، أَطْعِمْ مَنْ أَطْعَمَنِي، وَأَسْقِ مَنْ أَسْقَانِي

“Allaahumma ath’im man ath’amani wa asqi man asqooni”

“Ya Allah beri makanlah orang yang memberi makan kepadaku, dan beri minumlah orang yang memberi minum kepadaku.” [HR. Muslim dari Al-Miqdad radhiyallahu’anhu]

Catatan Kaki:

[1] Lihat Fathul Baari, 4/199.

[2] Lihat Taysirul ‘Allaam, hal. 335.

[3] Lihat Fathul Baari, 4/199.

[4] Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 9/30, no. 19793.

[5] Lihat Majmu’ Fatawa Ibni Baz rahimahullah, 15/291.

[6] Lihat Fatawa Nur 'alad Darbi, Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin, no. 354

[7] Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 9/33, no. 18372.

[8] Lihat Ats-Tsamarul Mustathob fii Fiqhis Sunnah wal Kitab lisy Syaikh Al-Albani rahimahullah, hal. 63.

[9] Lihat Majmu’ Fatawa Ibni Baz rahimahullah, 15/296.

[10] Lihat Majmu’ Fatawa Ibni Baz rahimahullah, 15/297-299.

[11] Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 10/296-297, no. 2254.

[12] Lihat Asy-Syarhul Mumti’, 6/398.

[13] Lihat Fathul Baari libni Rajab rahimahullah, 4/352.

[14] Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 9/24 no. 18601.

[15] Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 9/35 no. 15616.

[16] Lihat Shahih Sunan Abi Daud no. 2041.

[17] Lihat Nashaaih wa Fadhooih, hal. 74.

[18] Lihat Majmu’ Fatawa wa Rosaail Ibnil ‘Utsaimin rahimahullah, 19/363.

Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut