KPK Tahan SRR Kuasa Hukum Gubernur Non Aktif Papua Lukas Enembe karena Dinilai Merintangi Penyidikan

Arie Dwi Satrio
KPK menahan advokat Stefanus Roy Rening salah satu kuasa hukum Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe karena dinilai merintangi proses penyidikan. Foto iNews/Arie Dwi Satrio

JAKARTA iNewsSukabumi.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan advokat Stefanus Roy Rening (SRR) salah satu kuasa hukum Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe (LE) karena dinilai menghambat maupun merintangi proses penyidikan tersangka LE.

KPK juga telah menetapkan Stefanus Roy Rening sebagai tersangka obstruction of justice atau merintangi penyidikan Lukas Enembe. SRR ditetapkan sebagai tersangka karena diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan merintangi secara langsung ataupun tidak langsung proses penyidikan Lukas.

"Diduga SRR dengan itikad tidak baik dan menggunakan cara-cara melanggar hukum," kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron saat menggelar konpers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (9/5/2023).

Ghufron menguraikan awal mula terjadinya dugaan perintangan penyidikan Lukas Enembe. Di mana, Stefanus Roy Rening mulanya kenal dengan Lukas Enembe saat hendak maju dalam Pilkada Gubernur Papua pada 2006, silam. Keduanya kemudian intens berkomunikasi.

"Komunikasi hingga kedekatan keduanya masih berjalan sampai dengan saat ini," timpal Ghufron

Lantas, Lukas Enembe terjerat kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait proyek infrastruktur di Papua. KPK menetapkan Lukas sebagai tersangka penerima suap. Lukas kemudian menunjuk Stefanus Roy Rening untuk menjadi penasihat hukumnya.

Untuk menghadapi proses hukum Lukas Enembe di lembaga antirasuah, Roy Rening diduga menggunakan cara-cara yang melanggar hukum. Di antaranya, Roy Rening membuat skenario untuk menghambat proses penyidikan Lukas Enembe. Di antaranya, menyarankan kepada para saksi di kasus Lukas untuk tidak hadir memenuhi panggilan KPK. 

"Padahal menurut hukum acara pidana kehadiran saksi merupakan kewajiban hukum," ungkap Ghufron.

Selanjutnya, Stefanus Roy Rening diduga juga memerintahkan salah satu saksi agar membuat testimoni dan pernyataan yang berisi cerita tidak benar alias bohong terkait kronologis peristiwa dalam perkara Lukas Enembe.

Tujuannya, kata Ghufron, untuk menggalang opini publik sehingga sangkaan yang ditujukan oleh KPK terhadap Lukas dan pihak lain yang diduga melakukan tindak pidana korupsi dinarasikan sebagai kekeliruan.

"Terlebih diduga penyusunan testimoni dilakukan di tempat ibadah agar menyakinkan dan menarik simpati masyarakat Papua yang dapat berpotensi menimbulkan konflik," timpal Ghufron.

Stefanus Roy Rening diduga juga menyarankan dan mempengaruhi para saksi agar tidak menyerahkan uang sebagai pengembalian atas dugaan hasil korupsi yang sedang diselesaikan KPK. Para saksi tersebut kemudian menuruti perintah Roy Rening.  

"Atas saran dan pengaruh SRR tersebut, pihak-pihak yang dipanggil secara patut dan sah menurut hukum sebagai saksi menjadi tidak hadir tanpa alasan yang jelas," ungkap Ghufron.

Atas tindakan Stefanus Roy Rening itu, proses penyidikan perkara yang dilakukan tim penyidik KPK secara langsung maupun tidak langsung menjadi terhambat. 

Atas perbuatannya, Stefanus Roy Rening disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001.
 


 
Terhadap penahanan ini, Tim Hukum Pembela Advokat mengatakan, akan mematuhi hukum yang berlaku. "Kita akan patuhi proses tersebut dan akan mengikuti prosedur hukum yang berlaku terkait penahanan klien kani," kata Petrus Bala Pattyona, anggota kuasa hukum Roy, di Gedung KPK, Selasa (9/5/2023). 

Menurut Petrus, yang harus dijelaskan penyidik saat ini adalah perbuatan apa yang dilakukan Bapak Roy Rening, yang dikategorikan masuk dalam ranah Pasal 21. "Perbuatan apa yang dilakukan Bapak Roy Rening itulah yang harus dijelaskan KPK, jangan hanya mencantumkan pasalnya saja," ungkap Petrus. 

Ditambahkannya, ketentuan itu sesuai dengan Pasal 51 KUHAP. Dimana 
Pasal 51 KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana dan penjelasan – Bab VI Tersangka dan Terdakwa

Pasal 51 KUHAP

Untuk mempersiapkan pembelaan:

• Tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai;

• Terdakwa berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang didakwakan kepadanya.

"Karena itu harus jelas perbuatannya," tandas Petrus. 

Editor : Suriya Mohamad Said

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network