Kepala Desa Tangkil, Ijang Sihabudin, membenarkan bahwa keresahan warga memuncak sejak adanya pemasangan salib besar. Warga pun telah melaporkan hal ini ke berbagai pihak, termasuk ketua RT dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tingkat desa.
“Warga mulai protes sejak pemasangan salib pada bulan April lalu. Mereka juga sudah melaporkan ke RT, MUI desa, dan pemerintah desa. Kami sudah melakukan mediasi dan menanyakan legalitas penggunaan rumah itu sebagai tempat ibadah,” ujar Ijang pada Senin (30/6/2025).
Ia menambahkan bahwa bangunan tersebut awalnya dikenal warga sebagai bekas pabrik pengolahan jagung, sehingga saat difungsikan sebagai tempat ibadah, banyak yang mempertanyakan izin resminya.
“Warga pernah menegur langsung pada 7 Juni 2025 lalu, dan kami sempat memediasi. Namun, pengelola tetap melanjutkan kegiatan ibadah meski ada penolakan warga. Hingga pada 27 Juni 2025 terjadi aksi pembubaran kegiatan ibadah oleh warga yang juga berujung pada perusakan fasilitas rumah,” lanjutnya.
Pemerintah Desa Tangkil kini berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk meredam konflik dan mencari solusi terbaik agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.
Editor : Suriya Mohamad Said
Artikel Terkait