JAKARTA, iNews.id —Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dit Tipideksus) Bareskrim Polri menetapkan empat tersangka kasus dugaan penggelapan dana lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT). Mereka yakni Ahyudin (A) selaku mantan presiden dan pendiri ACT, Ibnu Khajar (IK) selaku presiden ACT saat ini. Kemudian, Hariyana Hermain (HH) selaku pengawas yayasan ACT tahun 2019 dan saat ini sebagai anggota pembina ACT, dan Novariadi Imam Akbari (NIA) selaku mantan Sekretaris dan saat ini menjabat Ketua Dewan Pembina ACT.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengungkapkan, Ahyudin dan Ibnu Khajar membuat surat keputusan bersama (SKB) pembina dan pengawas Yayasan ACT perihal pemotongan donasi sebesar 20-30 persen.
Dalam hal ini, Ahyudin bersama ketiga tersangka lainnya memperoleh gaji serta fasilitas lainnya bersama dengan pendiri yayasan, pembina pengawas, dan pengurus ACT. Ahyudin dan Ibnu disebutkan juga duduk dalam direksi dan komisaris di badan hukum yang terafiliasi dengan Yayasan ACT.
“Bahwa hasil usaha dari badan hukum yang didirikan oleh yayasan tak harusnya juga digunakan untuk tujuan berdirinya yayasan, akan tetapi dalam hal ini A menggunakannya untuk kepentingan pribadi,” kata Ramadhan kepada wartawan, Jakarta, Senin (25/7/2022).
Selain itu, Ahyudin selaku petinggi ACT, juga menggunakan berbagai dana donasi yang terkumpul termasuk dari dana Boeing tidak sesuai dengan peruntukannya. Kemudian, tersangka Ibnu Khajar, disebut membuat perjanjian kerja sama dengan para vendor yang mengerjakan proyek CSR atau Boeing Community Investment Fund (BCIF) terkait dana kemanusiaan kepada ahli waris korban Lion Air JT-610.
“Kemudian sebagai presidium yang juga menentukan kebijakan penggunaan dana dari donasi yang dipotong sebesar 30 persen,” ujar Ramadhan. Sedangkan, tersangka Hariyana berperan selaku ketua pengawas ACT pada tahun 2019 sampai 2022. Hariyana juga memiliki tanggung-jawab sebagai HRD general affair, serta melakukan kegiatan pembukuan keuangan yayasan ACT.
Pada saat Ahyudin menjabat sebagai ketua pembina ACT, Hariyana bersama Novariadi yang menentukan pemotongan dana donasi sebesar 20-30 persen untuk membayar gaji karyawan. “Sedangkan ketentuan pengurus pembina dan pengawas tidak boleh menerima gaji tidak boleh menerima upah maupun honorarium,” ucap Ramadhan.
Bareskrim mengusut dugaan penyalahgunaan dana bantuan kompensasi untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 pada 2018. Pasalnya, Boeing menunjuk ACT sebagai pengelola dana sosial. Semula, dana diperuntukkan untuk membangun fasilitas pendidikan sesuai dengan rekomendasi para ahli waris korban. Sebagai kompensasi tragedi kecelakaan, Boeing memberikan dua santunan, yakni uang tunai kepada para ahli waris masing-masing sebesar 144.500 dolar AS atau sebesar Rp2,06 miliar, dan bantuan non tunai dalam bentuk CSR.
Namun dana yang diberikan diduga dikelola dengan tidak transparan dan menyimpang. Beberapa di antaranya, kata polisi, digunakan untuk kepentingan pribadi para petinggi organisasi filantropi itu.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 374 KUHP dan atau Pasal 45A Ayat (1) jo. Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau Pasal 70 Ayat (1) dan Ayat (2) jo. Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan dan atau Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 55 KUHP jo. Pasal 56 KUHP.
Editor : Eka L. Prasetya