FDI Global 2025: Indonesia Buktikan Daya Saing di Tengah Persaingan ASEAN

JAKARTA, iNewsSukabumi.id – Kearney, melalui Global Business Policy Council, baru saja merilis Foreign Direct Investment (FDI) Confidence Index 2025, survei yang mengukur sentimen investor global terhadap aliran investasi asing langsung (FDI) selama tiga tahun ke depan.
Laporan ini menegaskan daya tarik berkelanjutan Asia Tenggara sebagai destinasi investasi global, dengan Indonesia kembali menempati posisi ke-12 dalam Emerging Market Index 2025. Daya saing Indonesia didukung oleh kualitas tenaga kerja (32%) dan kekayaan sumber daya alam (27%), termasuk sebagai produsen nikel terbesar di dunia dan penghasil utama tembaga, emas, dan bauksit.
Pada 2024, kapabilitas teknologi dan inovasi menjadi faktor utama minat investor (17%) dan diproyeksikan meningkat menjadi 21% pada 2025. Keunggulan ini mendorong realisasi investasi FDI Indonesia sebesar USD 13,6 miliar pada tahun 2024, memperkuat posisinya sebagai destinasi investasi yang menjanjikan di kawasan.
Survei Asia Pasifik: Dominasi Teknologi dan Stabilitas Ekonomi
Dengan 30% responden berasal dari kawasan Asia Pasifik, survei FDI 2025 menunjukkan bahwa delapan negara APAC masuk dalam 25 besar dunia. Negara-negara tersebut meliputi Jepang (peringkat 4), China dan Hong Kong (6), Australia (10), Korea Selatan (14), Singapura (15), Selandia Baru (16), Taiwan (23), dan India (24).
Investor memuji kekuatan teknologi dan stabilitas ekonomi di kawasan ini, meskipun ketegangan geopolitik global memberikan tantangan signifikan. Jepang, misalnya, naik dari posisi ke-7 ke posisi ke-4 berkat inovasi teknologinya yang unggul dan ekonomi yang solid. Korea Selatan mencatat kenaikan terbesar, dari posisi ke-20 ke ke-14, dengan 41% investor menyebut sektor teknologi sebagai pendorong utama kepercayaan.
Sebanyak 82% investor di Asia Pasifik berencana meningkatkan investasi FDI dalam tiga tahun ke depan, dan 50% di antaranya merasa lebih optimistis terhadap kondisi ekonomi regional dibanding tahun lalu.
“Perkembangan pesat dalam bidang teknologi dan kinerja ekonomi di kawasan Asia Pasifik tengah membentuk ulang lanskap investasi kami. Lompatan Jepang dan pencapaian bersejarah Korea Selatan menunjukkan kekuatan inovasi serta fundamental pasar yang solid,” ujar Shigeru Sekinada, Regional Chair Asia Pasifik, Kearney.
“Tren-tren ini semakin menegaskan bahwa investasi di bidang inovasi yang strategis dan visioner akan menjadi penggerak pertumbuhan yang berkelanjutan... Meski demikian, pelaku bisnis juga perlu melakukan perencanaan skenario saat menghadapi tarif dan bersiap terhadap risiko-risiko yang muncul,” tambahnya.
Tantangan Regional dan Ketidakpastian Global
Meski optimisme tinggi, kawasan ini tidak luput dari tantangan. Sebanyak 43% investor menyebut kenaikan harga komoditas sebagai risiko utama dalam satu tahun ke depan—naik 14% dibandingkan tahun lalu. Faktor pendorongnya antara lain konflik global dan gangguan rantai pasok.
China turun dari posisi ke-3 ke ke-6 akibat tantangan ekonomi, termasuk krisis properti dan meningkatnya tensi dagang dengan AS. Meskipun begitu, inovasi seperti peluncuran DeepSeek AI tetap menarik perhatian investor.
Penurunan peringkat juga terjadi di Singapura (dari posisi ke-12 ke ke-15) dan India (ke-18 ke ke-24), disebabkan oleh kekhawatiran terhadap kompleksitas regulasi dan risiko perdagangan.
"Kami juga menyadari bahwa terdapat tantangan yang juga muncul di tengah lanskap global yang terus berubah. Sebagai contoh, tarif baru dari Amerika Serikat telah berdampak pada negara-negara Asia Tenggara serta penerima manfaat utama dari strategi China +1," ujar Shigeru Sekinada.
ASEAN Semakin Bersinar di Mata Investor Global
Asia Tenggara mencatat kinerja mengesankan di Emerging Market Index FDICI, dengan tiga negara ASEAN-6—Indonesia, Thailand, dan Malaysia—masuk dalam 15 besar. Kualitas dan keterampilan tenaga kerja menjadi faktor kunci investasi di Indonesia (32%), Thailand (34%), dan Malaysia (30%).
Indonesia juga unggul dalam sumber daya alam (28%), menjadikannya magnet investasi greenfield, termasuk proyek senilai USD 11 miliar dari Xinyi Group, perusahaan kaca dan energi surya asal China.
Posisi Indonesia yang stabil di peringkat ke-12 selama dua tahun berturut-turut mencerminkan hasil dari upaya reformasi yang pro-investasi: deregulasi, penegakan hukum, kepastian berusaha, hingga insentif pajak.
Sementara negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, Filipina, dan Vietnam mengalami penurunan peringkat, optimisme terhadap Thailand tetap tinggi, menjadikannya negara ASEAN dengan peringkat tertinggi setelah Singapura.
“Indonesia menawarkan peluang investasi yang sangat menarik, didorong oleh populasi muda, kelas menengah yang terus berkembang, serta lokasi yang strategis,” ungkap Shirley Santoso, Presiden Direktur Kearney Indonesia.
Ia menambahkan meskipun tantangan global dan kompleksitas regulasi masih menjadi perhatian, komitmen pemerintah Indonesia terhadap pengembangan infrastruktur dan reformasi regulasi telah menciptakan lingkungan investasi yang semakin menarik dan kompetitif.
Editor : Suriya Mohamad Said