get app
inews
Aa Text
Read Next : Polda Jabar Pantau Natal 2024 di Sukabumi, Maruly: Ibadah di 24 Gereja Berjalan Lancar  

Miris, Ungkap Kasus Dugaan Korupsi Rp9 M di Baznas Justru Dijadikan Tersangka Pembocoran Dokumen

Rabu, 28 Mei 2025 | 20:27 WIB
header img
Tri Yanto, eks pegawai Baznas Jawa Barat, ditetapkan tersangka oleh Polda Jabar. Penetapan ini dilakukan setelah Tri membocorkan dugaan korupsi Rp9 M di Baznas. Ilustrasi penangkapan. Doc iNews.id

BANDUNG, iNewsSukabumi.id – Tri Yanto, mantan pegawai Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Jawa Barat, ditetapkan sebagai tersangka oleh Direktorat Reserse Siber Polda Jabar. Penetapan ini dilakukan setelah Tri membocorkan dugaan korupsi senilai Rp9 miliar di Baznas Jabar, menjadikannya whistleblower dalam kasus tersebut.

Tri dikenai Pasal 48 jo Pasal 32 ayat (1) dan (2) Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Padahal, akibat aksinya itu, Tri sebelumnya telah dipecat sepihak oleh Baznas Jabar dengan alasan pelanggaran disiplin.

Direktur LBH Bandung, Heri Pramono, selaku kuasa hukum Tri Yanto, mengecam langkah Polda Jabar. Ia menyatakan bahwa kliennya telah mengalami kriminalisasi atas perannya sebagai pelapor dugaan korupsi.

"Kepolisian menetapkan status tersangka kepada Tri Yanto dengan tuduhan dugaan tindak pidana illegal akses dan membocorkan dokumen rahasia," kata Heri dalam siaran pers yang diterima.

Tri Yanto sebelumnya menjabat sebagai Kepala Kepatuhan dan Satuan Audit Internal Baznas Jabar, dan melaporkan dugaan korupsi dana zakat senilai Rp9,8 miliar serta dana hibah dari APBD Pemprov Jabar sekitar Rp3,5 miliar.

Menurut Heri, penetapan tersangka ini mencerminkan kemunduran dalam penegakan hukum. Ia menegaskan bahwa pelaporan dugaan korupsi adalah bentuk partisipasi warga dalam pemberantasan korupsi, terutama di lembaga sosial yang menghimpun dana publik seperti zakat, infak, dan hibah.

"Posisi hukum Tri selaku pelapor dugaan korupsi dijamin oleh Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban, untuk tidak mendapatkan serangan balik sepanjang laporan itu diberikan dengan itikad baik," ujar Heri.

Ia juga menyebutkan bahwa dalam PP No. 43 Tahun 2018, negara bahkan dapat memberikan penghargaan kepada warga yang melaporkan dugaan korupsi. Heri menekankan bahwa pelapor tidak dapat dikenai tuntutan hukum pidana maupun perdata atas laporannya.

"Jika ada tuntutan hukum terhadap pelapor atas laporannya tersebut, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus yang dia laporkan telah diputus oleh pengadilan dan berkekuatan hukum tetap," jelasnya, mengutip Pasal 10 ayat 1 dan 2 UU No. 31 Tahun 2014.

Heri juga menyatakan bahwa Tri telah mengajukan permohonan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) serta Komnas HAM, yang kini masih dalam proses penelaahan.

Dalam laporannya, Tri membeberkan dugaan penyelewengan dana zakat periode 2021–2023 serta dana hibah APBD oleh pimpinan Baznas Jabar. Ia juga menyampaikan informasi kepada pengawas internal Baznas RI, Inspektorat Pemprov Jabar, serta aparat penegak hukum.

"Sampai saat ini Inspektorat Pemprov Jabar dan pengawas internal Baznas RI belum memberikan informasi terkait hasil pengawasannya kepada pelapor. Sedangkan aduan pada aparat penegak hukum lainnya prosesnya masih tahap klarifikasi," terang Heri.

Disayangkan, lanjut Heri, identitas Tri sebagai pelapor diketahui oleh pimpinan Baznas Jabar, yang kemudian melaporkannya ke Polda Jabar atas tuduhan pembocoran rahasia dan illegal akses berdasarkan Pasal 48 jo Pasal 32 UU ITE.

"Polda Jabar memeriksa Tri sebagai tersangka pada Senin 26 Mei 2025 pukul 10.00 WIB," ujarnya.

LBH Bandung menilai pemanggilan ini sebagai bentuk pembalasan terhadap whistleblower dan pelanggaran terhadap prinsip perlindungan pelapor.

"Kami juga mendesak Polda Jawa Barat bersikap proporsional, tidak menjadikan proses hukum sebagai alat pembalasan, serta memprioritaskan penyelidikan terhadap substansi laporan korupsi yang diajukan Tri," tegas Heri.

Menurutnya, perlindungan terhadap whistleblower merupakan bagian penting dalam menciptakan tata kelola yang bersih dan transparan, apalagi di lembaga pengelola dana publik seperti Baznas.

LBH Bandung menilai ada sejumlah pelanggaran serius:

Pelanggaran terhadap perlindungan whistleblower sebagaimana dijamin dalam Pasal 33 UU No. 13 Tahun 2006 dan Konvensi Antikorupsi PBB Pasal 32-33.

Pelanggaran hak atas proses hukum yang adil (ICCPR Pasal 14), dengan ketimpangan akses keadilan antara pelapor dan institusi kuat.

Pembatasan kebebasan berekspresi (ICCPR Pasal 19) melalui pemidanaan berdasarkan UU ITE.

LBH juga menyoroti adanya pola penyalahgunaan hukum (legal abuse) untuk melindungi pelanggaran dan menyebut kasus ini sebagai bentuk ketimpangan kekuasaan antara pegawai biasa dan lembaga besar dengan jejaring politik.

"Jika dibiarkan, kasus ini akan menjadi preseden buruk bagi perlindungan whistleblower di Indonesia. Lebih jauh, ini menunjukkan kerentanan sistem hukum Indonesia yang masih mudah dijadikan alat pembalasan oleh institusi-institusi kuat," tegas Heri.

LBH Bandung menyampaikan tiga tuntutan:

Polda Jawa Barat menghentikan perkara Tri Yanto karena merupakan bentuk pembalasan yang melanggar prinsip due process dan UU Perlindungan Whistleblower.

Baznas Jabar segera mencabut laporan terhadap Tri karena menjadi alat kriminalisasi.

Lembaga negara seperti Komnas HAM, LPSK, Kompolnas, dan Ombudsman untuk mengawal proses hukum yang sedang berlangsung.

Editor : Suriya Mohamad Said

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut