Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes
Pemerhati Telematika, Multimedia, AI dan OCB Independen
MASIH ingat Group Lawak Legendaris Indonesia ini? Ya, Srimulat adalah grup lawak yang didirikan oleh Teguh Slamet Rahardjo pada tahun 1950 di Surakarta. Awalnya bernama "Gema Malam Srimulat" dan kelompok ini menggabungkan lawakan dengan pertunjukan musik keroncong dan lagu Jawa, serta melakukan pentas keliling di Pulau Jawa. Nama "Srimulat" sendiri diambil dari nama istri Teguh, Raden Ayu Srimulat.
Srimulat pernah mencapai puncak kejayaannya pada tahun 1970-an dan 1980-an, menjadi salah satu ikon hiburan Indonesia, karena selain tampil Live di beberapa kota, juga menjadi salahsatu pengisi acara tetap di TVRI.
Namun pada akhir 1990-an, Srimulat mulai mengalami kemunduran akibat berbagai faktor, termasuk munculnya televisi swasta dan perubahan selera hiburan masyarakat, meski beberapa dokumentasi rekaman lamanya kini masih bisa disaksikan melalui beberapa kanal YouTube.
Hal utama yang dijual dalam pementasan Srimulat selain materi yang lucu, adalah kekhasan para pemainnya. Istilah khas yang dimaksud ada beberapa corak, di antaranya adalah penampilan, gaya bicara, dan kalimat-kalimat yang menjadi trade mark seorang pemain. Sebut saja Asmuni dengan kalimat "Hil yang mustahal" dan "Tunjep poin" (maksudnya hal yang mustahil dan to the point).
Pelawak lain seperti Mamiek Prakoso terkenal dengan kalimat "Mak bedunduk", dan "Mak jegagik" (sekonyong-konyong atau tiba-tiba). Begitu mereka keluar di panggung sebenarnya kita sudah dapat menebak mulai gaya, intonasi bicara sampai kosakata yang diucapkan.
Ciri khas Srimulat lainnya adalah sering menggunakan logika terbalik untuk menerangkan maksudnya, misalnya kata "bahaya" yang seharusnya serius (karena sifatnya berbahaya) namun dikatakan "bahahahaya" sehingga terkesan malah lucu atau kocak.
Logika terbalik ini juga bisa berarti bila maksudnya akan belok kiri, namun malah sein kanan atau sebaliknya.
Demikian juga kalau ada pendapat bahwa bila jika ada Ijazah Asli yang ditunjukkan, bisa membuat Chaos di masyarakat (karena seharusnya yang bisa jadi Chaos sebenarnya adalah justru jika Ijazah tersebut malahan terbukti memang palsu).
Secara definitif, kata Chaos ini berasal dari bahasa Yunani "Khaos", yang berarti "kekacauan", "keadaan tanpa tatanan", atau "ketidakteraturan total". Dalam bahasa Indonesia, kata Chaos ini sering digunakan untuk menggambarkan suasana ricuh, tidak terkendali, atau kacau balau.
Bisa juga kondisi sosial atau politik yang tidak stabil atau Keadaan saat aturan tidak diikuti atau ketika otoritas kehilangan kendali.
Jadi kalau kemudian disebut bahwa jika hanya gara-gara menunjukkan Ijazah Asli dikhawatirkan dapat membuat Chaos, maka tentu saja ini masuk sebagai Logika terbalik Srimulat, alias Hil yang mustahal.
Juga secara legal, istilah Chaos tidak disebutkan secara eksplisit dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) atau undang-undang lainnya. Namun, konsep kekacauan atau kerusuhan diatur dalam beberapa pasal KUHP dan undang-undang lain dengan istilah seperti perbuatan yang Menyebabkan Kekacauan Umum / Huru-hara. Sehingga jelas jika hanya sekedar menunjukkan ijazah Asli ke masyarakat tentu tidak otomatis menyebabkan Chaos, kecuali jika (sekalilagi) Ijazah tersebut ternyata benar-benar terbukti Palsu dan ada kesengajaan memang mau disembunyikan dari publik.
Soal Keterbukaan Informasi Publik ini sendiri sebenarnya sudah diatur dalam UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) No 14 tahun 2008 yang disahkan 30/04/2008 dan mulai berlaku dua tahun sesudahnya. Meski sering digunakan sebagai alasan "dikecualikan" di Pasal 17 huruf h untuk tidak menampilkan Ijazah, namun jelas di Pasal 18 ayat 2 sangat jelas tersurat "Tidak termasuk informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf g dan huruf h, antara lain apabila (b) Pengungkapan berkaitan dengan posisi seseorang dalam jabatan-jabatan publik".
Sehingga disini sangat jelas bahwa Ijazah JkW yang pernah digunakan dalam 2x Pilwalkot Surakarta, 1x Pilkada DKI Jakarta dan 2x Pilpres adakah digunakan untuk Jabatan Publik (Public Accountabilities / Public Transparancy). Apalagi jika diingat apa yang dilakukan masyarakat mempertanyakan soal Ijazah ini sesuai dengan Pasal 28F UUD 1945 yang berbunyi: "Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia" alias Informasi dapat diperoleh dan disebarkan melalui berbagai media, baik media tradisional maupun media baru.
Pasal ini menjadi dasar bagi upaya keterbukaan informasi di Indonesia, seperti yang tercermin dalam UU No 14 Tahun 2008 tentang KiP yang dijelaskan diatasnya. Artinya secara keseluruhan, Pasal 28F UUD 1945 menegaskan pentingnya informasi dan komunikasi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, serta memberikan jaminan perlindungan hak-hak tersebut bagi setiap warga negara. Maka sangat lucu (meski kalau ini bukan lucunya Srimulat lagi) kalau ada Masyarakat kritis yang mempertanyakan keaslian Ijazah seorang (bekas) Pejabat publiknya yang pernah berkuasa malah dikriminalisasi dan dianggap mengganggu keamanan negara, Ambyar.
Kesimpulannya, meski tidak sampai "Sakit Jiwa" seperti kata LBP yang lucunya malah seperti menampar muka sendiri dengan statemennya kemarin, Logika Srinulat dengan pendapat yang mengatakan jika Ijazah Asli ditunjukkan ke masyarakat bisa membuat Chaos ini jelas menjadi bahan tertawaan masyarakat Indonesia yang masih Waras. Makin terbuka lagi Kotak Pandora yang berisi kebohongan dan hal-hal lucu (baca: aneh) lainnya di Kasus Ijazah Palsu ini. Time will tell, bukan "Tok the tok not only tok" ..
Editor : Suriya Mohamad Said
Artikel Terkait