Kapolri Janji PRESISI dalam Kasus Ijazah Palsu, Kita Tunggu Biar Seluruh Rakyat Indonesia Jadi Saksi

Dr KRMT Roy Suryo, MKes
Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen
BAGUS ! Itu adalah kata singkat yang tertulis dalam aplikasi WA (WhatsApp) menjawab banyak pertanyaan dari rekan-rekan awak media yang menanyakan apa reaksi saya menanggapi statemen Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo (LSP) saat Pelepasan 700 buruh terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK) ke dua pabrik baru, di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta, Kamis (12/06/2025).
Di acara tersebut, LSP seperti ingin menjawab keraguan masyarakat yang makin mempertanyakan profesionalitas institusinya, utamanya setelah berulangkali terjadinya keanehan dan keganjilan (baca: ketidak akuratan, dengan kata lain "kegagalan"). Hasil Konferensi Pers Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Bareskrim Mabes) Polri yang disampaikan Dirtipidum Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro SH MH, Kamis (22/05/2025) silam.
Jika dilihat dari Tayangan KompasTV dalam YouTube : youtu.be/lWT1s-Ajfdk dimenit ke-2 lewat 20-detik, LSP selengkapnya mengatakan "... Terkait dengan Proses pelaporan Ijazah, tentunya Polri akan bekerja profesional. Terkait dengan Legal standing dan sebagainya, nanti akan kita libatkan dari pihak eksternal untuk kemudian bisa melihat langkah-langkah yang dilaksanakan oleh Polri. Nanti bisa dilihat dan diuji oleh pengawas dari eksternal, Sehingga kemudian apabila kemudian Polri mengambil langkah, Proses selanjutnya semuanya bisa dipertanggungjawabkan . .."
Statemen ini jelas mengingatkan kita kembali pada singkatan PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan) era LSP yang menggantikan istilah PROMOTER (Profesional, Modern, dan Terpercaya) era Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian sebelumnya.
Singkatan PRESISI ini merupakan bagian dari visi dan transformasi yang diusung oleh Polri dengan penjelasan rincinya, Prediktif: Polri diharapkan mampu memprediksi situasi dan kondisi yang menjadi potensi gangguan kamtibnas (keamanan dan ketertiban masyarakat).
Selanjutnya Responsibilitas: Polri diharapkan mampu bertindak responsif dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya untuk menjamin kepentingan dan harapan masyarakat, kemudian Transparansi Berkeadilan: Polri diharapkan bertindak secara transparan dan berkeadilan dalam segala aspek pelayanan, serta selalu terbuka untuk diawasi.
Konsep PRESISI ini bertujuan untuk mewujudkan Polri yang lebih modern, profesional, dan terpercaya dalam melayani masyarakat. Polri juga telah mengembangkan berbagai aplikasi dan sistem online untuk mewujudkan layanan yang lebih terintegrasi dan mudah diakses.
Tentu semua konsep (baca: Teori) PRESISI ini hanya akan benar-bensr berakhir sebagai angan-angan, atau maksimal omon-omon saja, kalau tidak bisa direalisasikan dalam pelaksanaan tugasnya, khususnya dalam Proses Pelaporan dugaan Ijazah Palsu Jokowi sebagaimana disampaikan LSP diatas. Pertaruhan ini mungkin akan bisa menjadi catatan puncak karir LSP menangani orang yang pernah bersama-sama berkarir dari Kota Solo ketika LSP masih menjadi Kapolres dan Jokowi menjabat Walikota semenjak 14 (empat belas) tahun silam, alias tahun 2011.
Hal pertama yang harus menjadi perhatian LSP bila ingin melaksanakan konsep PRESISI ini adalah menertibkan dan mau mengkoreksi kinerja Bareskrim Mabes Polri, khususnya Puslabfor (Pusat Laboratoriun Forensik) agar tidak melakukan hal-hal yang dipertanyakan masyarakat seperti yang dilakukannya kemarin. Hal ini sangat krusial alias penting sekali, karena Puslabfor selalu disebut-sebut telah memenuhi standar internasional dan bahkan diklaim menjadi rujukan dari kepolisian negara-negara tetangga.
Apalagi Puslabfor ini sudah berusia 71 (tujuh puluh satu) tahun, tepatnya didirikan semenjak tanggal 15/01/54 berdasar Skep Kapolri No.1/VIII/1954.
Dalam kasus Ijazah Palsu ini setidaknya sudah ada 3 (tiga) hal yang disampaikan saat Konpres Bareskrim empat minggu lalu itu bersifat kontroversial, karena tidak sama (bisa juga dikatakan "tidak identik") dengan fakta yang beredar di masyarakat. Dimulai dari penampilan Ijazah FKT-UGM No 1120 yang hanya ditampilkan secara Fotocopy Hitam-Putih dengan kualitas kurang bagus di Layar besar Presentasinya dan itupun terlihat Terlipat dengan Noda tumpahan cairan di tengah-tengahnya. Padahal katanya Puslabfor sudah memegang (?) ijazah "Asli"-nya, seharusnya bisa di-scan berwarna dengan resolusi tinggi, setidaknya 1200 dpi (dot per nich).
Belum lagi yang dikatakan "tiga pembanding" itu juga tidak transparan disebutkan, padahal dalam uji identifikasi mandiri yang saya lakukan dan bisa diuji keakuratan (serta kejujurannya, ini yang penting) Ijazah No 1120 yang disebut-sebut milik Jokowi itu ternyata terbukti TIDAK IDENTIK dengan Ijazah No 1115 (Frono Jiwo), No 1116 (Alm. Hari Mulyono) dan No 1117 (Sri Murtiningsih).
Kemudian ada soal Harian KR (Kedaulatan Rakyat) edisi Jumat Kliwon 18/07/80 alias 05 PASA 1912 yang ternyata FATAL ditampilkan sebagai "05 PUASA 1912", sebuah hil yang mustahal, kata Srimulat untuk tidak mengatakannya sebagai sebuah Rekayasa yang tidak lucu. Ketiga adalah soal Tahun KKN yang berbeda antara Ucapan Dirtipidum saat Konpres ("... tahun 1983 ...") dan JkW sendiri saat diwawancara kemarin di rumahnya (13/06/2025) ("... Tahun 1985 Awal ...") sebagaimana sudah saya tuliskan detailmya di Artikel kemarin.
Kesimpulannya, ketiga kesalahan Fatal diatas belum ditambah dengan hal-hal lain yang dibongkar juga oleh Dr Rismon Sianipar dan dr Tifauzia Tiassuma (misalnya soal Form SPP, Heregistrasi Sarjana Muda, Jumlah SKS dalam KHS dsb), apalagi kalau melihat Skripsi yang sudah benar-benar dipegang aslinya oleh kami alias Primary Evidence saat di UGM (15/04/2025) yang 99,9% sangat diragukan keasliannya. Belum lagi kalau ditambahkan pengakuan jujur dari Ir Kasmudjo yang membantah kebohongan statemen Jokowi saat di kampus FKT-UGM 19/12/17 silam soal DosPem Skripsi dan DosPem Akademik, maka Masyarakat yang Waras (bukan yang Sakit Jiwa seperti kata LBP) tentu sudah bisa menilai mana yang jujur alias yang benar dan yang bohong alias Palsu dalam kasus Ijazah ini. At last but not least, Apapun upaya Rekayasa (Licik) manusia, akan ada Azab dariNya, Gusti Allah SWT tidak Sare ...
Editor : Suriya Mohamad Said