JAKARTA, iNewsSukabumi.id - Indonesia jangan hanya menonton tapi perlu segera bersiap dan ikut menyusun masa depan dunia multipolar yang lebih baik dan Adil. Hal ini disampaikan Muhammad Zulfan, Sekretaris Komite Persahabatan Rakyat Rusia-Indonesia kepada pers di Jakarta, Kamis (26/1/2023).
"Kita tidak bisa hanya menonton berpangku tangan atau menutup mata, karena pasca perang di Ukriana, akan ada dunia dalam sistem baru yang menggantikan yang lama, itulah dunia multipolar," tegasnya.
Sebelumnya Zulfan menegaskan dunia multipolar tidak bisa ditolak. Dunia sudah bergerak ke arah itu. Dan gerakan ini bertujuan untuk membangun tata dunia yang lebih adil.
Pasca Uni Soviet, dunia malah lebih berdarah darah, perang makin sering terjadi di Iraq, Afghanistan, Lybia, Syria, Yaman dan program drone di seluruh dunia. Demikian Muhammad Zulfan, Sekretaris Komite Persahabatan Rakyat Rusia-Indonesia, dalam Seminar "Ekonomi Dunia Pasca Konflik Rusia–Ukraina Menuju Multipolarisme”, di Bandung, Selasa (24/1).
Acara tersebut diselenggarakan oleh Komite Persahabatan Rakyat Indonesia-Rusia dan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), yang dihadiri Duta Besar Federasi Rusia, Lyudmila Vorobieva dan Wakil Ketua DPR-RI, Muhaimin Iskandar.
"Ini yang terjadi ketika dunia jadi unipolar, imperium Amerika berkuasa penuh akan dunia, siapa saja yang tidak ikut dengan kepentingan mereka akan dimusnahkan. Belum lagi menurut Zulfan, aneka sanksi ekonomi terhadap negara-negara yang dianggap musuh, ribuan orang Iran, Venezuela, Cuba dan negara lain jadi korban akan siege warfare seperti ini.
"Termasuk color revolusion, kudeta yang terhadap semua rezim yang membangkang tuan-tuan nun jauh di puncak kekuasaan," ujarnya.
Akhirnya, ia mengingatkan saat ini dunia bergerak menolak hegemoni ini. Rusia memulai di Syria bersama Iran. Kemudian tensi di Ukraina makin memanas, imperium ingin menghukum rusia, mencoba mengisolasi dan memecah rusia dari dalam.
"Tapi kali ini seluruh dunia melawan bersama. Tidak semua negara mau ikut dalam kerangka barat, malah barat mengisolasi diri sendiri," ujarnya.
Komite Persahabatan Indonesia - Rusia mengatakan, perubahan ini adalah awal menuju dunia yang lebih adil. Tidak bisa lagi hegemoni memaksa yang lain untuk ikut mereka.
"Sangat penting untuk terus mendiskusikan dunia adil untuk menyusun seperti apa yang kita inginkan bersama, negosiasi apa yang bisa kita buat. Maka forum-forum seperti ini sangatlah penting untuk terus dilakukan," ujarnya.
"Hari ini kita berkumpul untuk berbicara terbuka tentang tantangan dunia kedepan, pasca konflik di ukraina, dan menuju dunia multipolar.
"Sangat visioner, kita melihat dunia pasca konflik. Setelah damai terjadi dunia akan multipolar. Sebuah statemen yang sangat optimis," ujarnya.
Kerjasama Rusia-Indonesia
Menyambut hal tersebut, Duta Besar Federasi Rusia, Lyudmila Vorobieva mengatakan Indonesia tidak perlu ragu untuk mengambil langkah-langkah independen demi menegakkan kedaulatan bangsa dan negara.
"Justru krisis dunia saat ini memberikan kesempatan untuk Indonesia dan Rusia untuk membangun sistim bisnis, industri, tehnologi dan energi baru yang dapat meningkatkan keuntungan bersama kedua negara," tegaskan.
"Banyak pebisnis Rusia ingin bisa bekerjasama masuk ke Indonesia. Bagi kami Indonesia ada kunci kerjasama di Asia Tenggara sejak masa presiden Soekarno," ujarnya.
Saat ini menurutnya, Rusia berada di tengah sanksi barat yang sangat tidak adil namun tidak efektif.
"Kami bisa membuktikan justru berbagai sanksi ekonomi menjadikan negara kami kuat. Kami ingin berbagi pengalaman untuk membangun sebuah sistim baru yang lebih adil," tegasnya.
Perang di Ukraina menurut Lyudmila adalah peramg barat untuk menghancurkan Rusia dengan lokasi di Ukraina.
"Konflik ini bukan tentang Ukraina. Saya lahir di Kyiev, Ukraina. Kami semua bersaudara antara Rusia dan Ukraina. Namun Ukraina menjadi alat politik mengganggu Rusia,"
Hal ini menurutnya karena meraka tidak setuju dengan pemerintah Rusia selama puluhan tahun. Semua negara menjadi kolonial barat.
"Indonesia paling tahu soal ini. Kami tidak setuju kolonialisme barat. tidak ada negara yang mau menjadi bagiam dari kolonialisme," ujarnya.
Keluar dari WTO
Wakil Ketua DPR-Muhaimin Iskandar mengamini pernyataan Ketua Komite dan Duta Besar FederasiRusia di atas. Menurutnya dibutuhkan kebijakan-kebijakan radikal seperti yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo dalam melawan WTO dan menetapkan hilirisasi sumberdaya alam," tegasnya.
"Kalau perlu kita Indonesia keluar dari WTO," tegasnya lagi disambut gegap gempita tepuk tangan ratusan peserta seminar dan Duta Besar Federasi Rusia, Lyudmila Vorobieva.
Menurut Cak Imin Indonesia saat ini punya kesempatan besar di dunia untuk melakukan perubahan besar-besaran yang hanya bisa dilakukan secara radikal.
Selaras dengan sanksi yang dilakukan Barat pada Rusia, WTO melakukan paksa ekspor dengan batas harga, memaksa Indonesia untuk mengekspor nikel dalam bentuk ore.
"Pak Jokowi sudah melawan, Indonesia harus bersiap terutama dalam hal kebijakan energi harus diletakkan dengan menghitung secara cermat neraca energi nasional," ujarnya.
Indonesia saat ini memjadi importir besar untuk minyak, surplus energi adalah gas dan batubara. Upaya upaya untuk menutupi kekurangan produksi minyak harus menempatkan kepentingan nasional sebagai yang utama.
"Yaitu mengusahakan harga terbaik dan supplyer yang handal. Perluasan struktur energi nasional harus berbasis sumber energi dimana kita mengalami surplus," tegasnya. (*)
Editor : Hikmatul Uyun
Artikel Terkait