Hasil-hasil perkebunan Citayam dibawa melalui jalan pos polisi dan Pasar Citayam yang sekarang menuju Stasiun Citayam. Kemudian dibuat alternatif melalui setu yang sekarang disebut Jalan Pos (kereta api) Citayam. Perempatan yang terbentuk karena pembuatan jalan alternatif tersebut di sekitar Setu Citayam ini kemudian sering disebut sebagai simpang (perempatan) Hek.
Jadi, nama Citayam juga merujuk pada sebuah setu, area tanah partikelir (landhuis), dan stasiun kereta api. Setu Citayam juga sudah dipetakan dalam peta ‘Tjipajoeng: herzien in de jaren 1899-1900’ yang diterbitkan oleh Topographisch Bureau pada 1901. Setu Citayam 1930.
Bahkan nama Citayam sudah dikenal karena disebut seorang ahli Botani ternama Cornelis Gijsbert Gerrit Jan van Steenis yang dua kali mengunjungi Setu Citayam. Direktur Herbarium Kerajaan (Rijksherbarium) Leiden, Belanda (1962-1972) yang biasa disapa Profesor Kees van Steenis pertama kali datang ke Setu Citayam pada 1929, diperkirakan antara akhir Maret atau April.
Sebab pada 14 Maret di sempat singgah di Depok dan melanjutkan perjalanan ke Gunung Gede, Cibodas pada 5 Mei. Kunjungan kedua Kees van Steenis ke Setu Citayam pada 28 Agustus 1932. Dia bertugas di Kebun Raya Bogor dari 1929 hingga 1949, telah menulis dua buku bidang botani dan biografi, yaitu Flora Voor De Scholen in Indonesie (1949) dan The Mountain Flora of Java (berisi pemerian 456 spesies asli pegunungan Jawa).
Editor : Eka L. Prasetya