Tahun Baru 1 Suro, Moment Introspeksi Diri atas Perilaku Bukan Malah Vakansi Bersama Dinasti

Di Jogja, selain Tapa Bisu Mubeng Beteng Baluwarti Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Tlatah Wilayah Puro Pakualaman, tahun ini juga diadakan di sekitar Panggung Krapyak sampai Plengkung Gading yang disebut "Kirab Segara Bening", menggantikan rute Tugu Pal Putih sampai Kepatihan.
Selain itu, di bulan Suro ini banyak yang menjalankan puasa sunnah Tasu’a dan Asyura (9–10 Suro), juga dilakukan puasa mutih (makan nasi putih dan air putih) atau pati geni (tanpa makan, minum, dan cahaya).
Selain itu juga lazim dilakukan Ziarah Kubur, mengunjungi makam leluhur sebagai wujud mengingat kematian dan menghargai asal-usul. Bahkan kadang masih ada yang melakukan Ritual Mandi Kembang atau Ritual Penyucian yang dilakukan untuk membersihkan diri dari energi negatif, baik secara simbolik maupun spiritual.
Sedangkan pantangan atau kegiatan yang sebaiknya dihindari oleh masyarakat yang mengerti makna filosofis 1 Suro, apalagi tahun "Dal" yang hanya muncul setiap 8 (delapan) tahun sekali, dimana dimulai dari Hari Jumat Kliwon seperti hari ini, adalah: pesta, hura-hura, atau hiburan berlebihan. Ini dilarang karena bertentangan dengan makna spiritual Suro yang tenang dan sakral.
Selanjutnya, pernikahan atau hajatan, dimana banyak orang Jawa menghindari menikah di bulan Suro karena dianggap pamali—bulan ini waktunya menyendiri, bukan memulai kegembiraan duniawi.
Editor : Suriya Mohamad Said