JAKARTA, iNewsSukabumi.id —Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani mengatakan, keputusan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) merupakan hal sulit dan menjadi pilihan terakhir untuk pemerintah. Menurutnya, akan ada dua risiko besar yang harus dimitigasi dengan baik oleh pemerintah terkait dampak kenaikan harga BBM.
"Ada dua efek yang perlu dimitigasi dengan baik oleh pemerintah karena dampak kenaikan BBM ini," kata Ajib di Jakarta, Minggu (4/9/2022).
Efek pertama adalah tertekannya daya beli dan tingkat konsumsi oleh masyarakat karena pertumbuhan ekonomi sedang dalam tren positif dan hal ini secara signifikan ditopang oleh konsumsi masyarakat.
Pada kuartal kedua tahun 2022 pertumbuhan ekonomi mencapai 5,44 persen, dan diproyeksikan oleh pemerintah bisa konsisten di atas 5 persen secara agregat di akhir 2022. Untuk mencapai proyeksi ini, daya beli dan konsumsi masyarakat harus terjaga dengan baik.
"Hal kedua yang menjadi potensi masalah adalah tingkat inflasi. Data inflasi pada kuartal kedua sebenarnya sudah cukup mengkhawatirkan karena sudah menyentuh angka 4,94 persen. Di sisi lain, proyeksi pemerintah, inflasi hanya di kisaran 3 persen secara agregat sampai akhir tahun 2022. Karena inflasi ini, secara langsung akan menjadi pengurang tingkat kesejahteraan masyarakat," kata dia.
Dia menyebut, sebuah capaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi, akan menjadi tidak bermakna ketika inflasi juga tidak terkontrol. Karena secara substantif, tingkat kesejahteraan masyarakat tidak naik.
"Efek kenaikan BBM ini, akan memberikan dampak kenaikan inflasi, karena dua hal, yaitu karena aspek kesekonomian dan aspek psikologi pasar. Dalam konteks ekonomi, setiap kenaikan Harga Pokok Produksi (HPP) akan berakibat secara langsung terhadap harga akhir barang atau jasa. Sehingga harga di tingkat konsumen akhir atau masyarakat, akan mengalami kenaikan," ucapnya.
Editor : Eka L. Prasetya
Artikel Terkait