“Ini kan tergambar di rekonstruksi, bayangkan saja bagaimana kok korban dari kekerasan seksual masih bertanya tentang pelakunya dan masih bisa bertemu dengan pelakunya secara fisik di ruang pribadinya yang merupakan tempat peristiwa dugaan itu,” ucap Edwin.
Edwin juga menilai ada kontradiksi pada fakta di rekonstruksi tersebut. Jika PC mengaku sebagai korban pelecehan seksual, dia heran mengapa yang bersangkutan masih membiarkan Brigadir J tinggal di rumahnya pascadugaan peristiwa Magelang.
“Jadi itu juga menurut saya agak ganjil, karena bayangannya secara umum tentu kan yang mengalami kekerasan seksual akan mengalami trauma, depresi atau tidak mau bertemu, berkomunikasi dengan pelaku,” tuturnya.
Tak hanya itu, Yosua juga masih satu rumah dengan PC pada 7 dan 8 Juli. Yosua masih tinggal menginap di rumah itu. “Itu rumahnya kalau kita pakai pendekatan kekerasan seksual itu rumahnya korban, korban punya kekuasaan, kok korban masih bisa tinggal bersama pelaku?” kata Edwin.
Dia menekankan, PC secara relasi memiliki kuasa di atas Brigadir J yang notabene hanya ajudan dari suaminya, FS. Terlebih, PC adalah istri dari Kadiv Propam yang notabene mendapatkan hak istimewa jika mengadukan dugaan kriminal yang diterimanya kepada jajaran kepolisian.
“Kemudian yang lainnya itu kan peristiwa terjadi di Magelang, dugaan peristiwa itu, kenapa tidak dilaporkan ke polisi? Kalau ini benar, yang jadi korban kan istri jenderal polisi. Kalau dia telepon polres, polresnya yang datang. Dia (PC) gak perlu datang ke polres. Polisi akan datang ke rumahnya, gak perlu sibuk-sibuk untuk datang ke kantor polisi,” kata Edwin.
Editor : Eka L. Prasetya
Artikel Terkait