3) Dengan akad nikah menjadi berkuranglah hak seseorang dalam hubungan dengan kebolehan beristeri
empat. Sedangkan tidak demikian halnya dengan mut’ah.
4) Dengan melakukan mut’ah, seseorang tidak dianggap menjadi muhsan, karena wanita yang diambil
dengan jalan mut’ah tidak berfungsi sebagai isteri, sebab mut’ah itu tidak menjadikan wanita berstatus sebagai isteri dan tidak pula berstatus jariah. Oleh karena itu, orang yang melakukan mut’ah termasuk didalam
firman Allah:
فَمَنِ ابۡتَغٰى وَرَآءَ ذٰ لِكَ فَاُولٰٓٮِٕكَ هُمُ الۡعٰدُوۡنَ
Famanib taghaa waraaa'a zaalika fa ulaaa'ika humul 'aadoon
"Tetapi barang siapa mencari di balik itu (zina, dan sebagainya), maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas." (QS. Almukminun[23]: 7).
Dalil lainnya yakni:
Hadits Rasulullah SAW
a. Hadis-hadis yang menunjukkan bahwa kebolehan mut’ah telah di-nasakhkan; antara lain yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim dari ar-Rabi’ bin Sabrah al-Juhani dari bapaknya (Sabrah) bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Wahai manusia, aku pernah membolehkan kamu melakukan (nikah) mut’ah dengan wanita. Kemudian Allah telah mengharamkan hal itu sampai hari kiamat. Oleh karena itu, jika masih ada yang memiliki wanita yang diperoleh melalui jalan mut’ah maka hendaklah ia melepaskannya dan janganlah kamu mengambil sedikitpun dari apa yang telah kamu berikan kepada mereka.”(HR Muslim)
Jelaslah bahwa hadis ini menunjukkan bahwa nikah mut’ah telah di-nasakhkan untuk selamanya.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta