Untuk modal awal, Jody terpaksa menjual motornya seharga Rp8,5 juta, di mana Rp7 juta digunakan untuk sewa tempat dan sisanya Rp1,5 juta untuk membeli motor bekas. Awalnya, mereka buka mulai pukul 12.000 hingga 21.00 WIB. Harga steak yang dijualnya pun murah sekali saat itu Rp3.500 hingga Rp5.000. "Biar orang datang dulu, profit enggak bisa besar, yang penting orang banyak datang," ujar Jody.
Perjuangan selama enam bulan pertama, menurut Jody, sangat luar biasa. Omzetnya saat itu hanya sekitar Rp20.000 hingga Rp30.000, bahkan pernah tak ada pembeli sama sekali. Namun di bulan ketujuh, usahanya berkembang setelah diliput oleh media lokal Yogyakarta.
Pembeli mulai banyak datang dan omzetnya bertambah. Dia akhirnya membuka beberapa cabang. Pada akhir Desember 2000, Jody memiliki 4 cabang hingga kini cabangnya lebih dari 100.
Dia menceritakan, rahasia Waroeng Steak and Shake sukses terletak pada kekuatan doa dari seluruh karyawannya. Selain itu, juga kegemarannya bersedekah.
"Sedekah membuat usaha kita semakin besar. Kita ngasih sedekah ke pinggir jalan, jangan lupa minta didoain. Kekuatan doa ini jadi kekuatan kita untuk membesarkan usaha-usaha kita," ujarnya.
Editor : Eka L. Prasetya