JAKARTA, iNewsSukabumi.id – Perkara sengketa Pemilu 2024 yang sedang ditangani Mahkamah Konstitusi (MK) memang mendapat perhatian serius dan berpengaruh terhadap masyarakat. Hal ini ditandai dengan membludaknya jumlah masyarakat/kelompok yang mengajukan diri sebagai Amicus Curiae."Saya (sengaja) memilih diksi "membludak" bagaikan Air Bah utk pilihan kata sangat banyaknya Amicus Curiae (= Sahabat Pengadilan) ini, karena memang sepanjang sejarah perkara di Indonesia, apalagi di MK, baru saat ini ini sangat banyak," kata Roy Suryo, Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen dalam pernyataan tertulis yang diterima iNews.id, Kamis (18/4/2024).
Sampai dengan kemarin (Rabu, 17/04/24) tercatat tak kurang dari 22 (dua puluh dua) Amicus Curiae ini telah masuk Sekretariat MK, mulai dari 1. Brawijaya (Barisan Kebenaran Untuk Demokrasi), 2. Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), 3. Aliansi Akademisi dan Masyarakat Sipil, Busyro Muqoddas, Saut Situmorang, Feri Amsari, Usman Hamid, Abraham Samad, dll, 5. Oganisasi Mahasiswa UGM-UNPAD-UNDIP-UNAIR. 6. Megawati Soekarnoputri, 7. Forum Advokat Muda Indonesia (FAMI), 8. Yayasan Advokasi Hak Konstitusional Indonesia (YAKIN), 9. Aliansi Penegak Demokrasi Indonesia (APDI), 10. Stefanus Hendriyanto, 11. Indonesian American Lawyers Association (Lia Sundah Suntoso dkk), 12. Reza Indragiri Amriel, 13. Pandji R Hadinoto, 14. Komunitas Cinta Pemilu Jujur dan Adil (KCP-JURDIL), 15. TOP Gun, 16. Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial (Center For Law and Social Justice) LSJ Fakultas Hukum UGM, 17. Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia, 18. Gerakan Rakyat Penyelamat Indonesia dengan Perubahan, 19. Burhan Saidi Chaniago, 20. Gerakan Rakyat Menggugat, 21. Tuan Guru Deri Sulthanul Qulub, sampai 22. Habib Rizieq Shihab, Din Syamsudin, Ahmad Shabri Lubis, Yusuf Martak, dan Munarman semuanya telah mengajukan Amicus Curiae.
Tak heran membludaknya Pengajuan Amicus Curiae ini, kata Roy Suryo, sempat membuat Hakim MK keheranan dan menyatakan bahwa baru kali ini ada sebuah perkara yg sangat menyedot perhatian masyarakat.
"Jelas, karena apa yg nanti akan diputuskan oleh MK tgl 22/04/24 yad akan sangat berpengaruh terhadap Masyarakat, Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak hanya 5 tahun kedepan tetapi bahkan mungkin berlanjut sampai puluhan tahun berikutnya bila modus semacam ini tidak diakhiri. Nepotisme dgn menabrak segala aturan dan merusak tata nilai etika, moral dan hukum akan semakin parah jika dibiarkan," kata Roy Suryo.
Menurut Roy Suryo, inilah waktu yg tepat bagi para Punggawa Hukum di MK tersebut membuktikan kejujuran dan kebenaran hakiki kepada masyarakat Indonesia, karena Keputusan yg akan dihasilkan benar2 akan menjadi Tonggak sejarah Hukum di Indonesia, laksana kalimat populer "to be or not to be, that's question".
"Kalimat tersebut adalah solilokui terkenal dari drama “Hamlet” karya William Shakespeare, khususnya dari Adegan 1, Babak 3. Solilokui ini disampaikan oleh Pangeran Hamlet yg membahas tema-tema ttg kematian, bunuh diri, dan dilema eksistensial antara penderitaan dalam hidup dan ketidakpastian apa yang ada setelah kematian. Jadi para Hakim MK memang bagaikan Hamlet dalam Drama tersebut," timpal Roy Suryo.
Disisi lain, kata dia, mungkin saja ada kekhawatiran tekanan oleh pihak-pihak tertentu (bahkan "guyuran" dari tangan-tangan kotor) yang bisa mempengaruhi keputusan Para "wakil Tuhan" diranah MK tersebut. Namun kita tentu semuanya percaya bahwa kehidupan manusia tidak akan kekal di alam fana, karena pertanggungan jawab setelah di alam baka justru yang akan dialami oleh Para Hakim MK tersebut bilamana mereka nekad utk melakukan hal hal diluar Etika, Kejujuran, Nurani dan Kebenaran sesungguhnya. Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT tentu tidak Sare dalam melihat apa2 yg sedang terjadi saat ini.
"Jadi selaku Masyarakat yang menginginkan Supremasi Hukum kembali di Indonesia dan Marwah Mahkamah Konstitusi bisa kembali setelah dirusak oleh Perbuatan Curang dan Jahat yang sempat terjadi kemarin, tentu semua berharap Ketok Palu dari Kawasan Merdeka Barat tsb nantinya benar2 bisa menyelamatkan Indonesia tidak semakin dalam terpuruk ke jurang Kolusi dan Nepotisme yg sudah terjadi. Apa jadinya kata the Founding Fathers yg sudah memperjuangkan kemerdekaan dan demokrasi semenjak tahun 1945 bahkan di era sebelumnya, kalau di tahun 2024 dirusak oleh kelakuan segelintir oknum yg memperdaya Rakyat dengan ulahnya," ungkap Roy Suryo.
Roy menegaskan, itulah yang saat ini juga sedang dikerjakan oleh APDI (Aliansi Penegak Demokrasi Indonesia), karena selain sudah mengirimkan Amicus Curiae pada hari Selasa (16/04/24) kemarin, Aliansi yg beranggotakan Para Pakar IT Independen, TPDI, Perekat Nusantara, IA-ITB, KAPPAK dan KIPP saat ini sedang merampungkan sebuah Film Edukasi-Dokumenter yg memotret Perjalanan Pemilu 2024 di Indonesia.
Sembari menyatakan salute kepada Film "Dirty Vote" yg diproduksi oleh sutradara Dandhy Dwi Laksono & sudah dirilis 11/02/24 lalu. Film yg menampilkan tiga pakar hukum tata negara Indonesia, Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar tersebut telah menunjukkan kepada masyarakat bagaimana mensrea sekaligus trik trik jahat pelaksanaan Pemilu dan akhirnya memang terjadi.
"Sedikit berbeda dengan "Dirty Vote", Film yg dibuat oleh APDI ini berupa Edukasi-Dokumenter yang mengajukan Fakta Sejarah yang tidak terbantahkan disertai dengan Kajian Ilmiah Komprehensif dari Pelaksanaan Demokrasi Indonesia, khususnya pasca Pelaksanaan Pemilu 2024 yang berlangsung kemarin dan masih menunggu Hasil MK untuk memutuskan "to be or not to be"-nya tersebut. Jadi Film terbaru ini nantinya bukan hanya berisi Dokumentasi tetapi juga Edukasi untuk bangsa ini kedepan agat kondisi yg terjadi saat ini InsyaaAllah tidak terulang lagi," papar Roy.
Menurut dia, di shooting di kawasan yang sangat Asri di seputaran Tangerang Selatan yang pernah jadi Kawasan Candradimuka Para Aktivis 1998, diiringi suara burung burung alam dan belasan hewan sebagai makhluk hidup yang dikonservasi dengan baik, Talent yang berperan di film ini saling mengisi dan melengkapi berdasar Referensi dan Background kepakaran dan pengalamannya masing masing.
"Dimulai dari Saya, kemudian Dr Ir Leony Lidya MT, Erick S Paat SH MH, Petrus Selestinus SH, Paulet Stanly Jemmy Mokolensang SH, Ir Hairul Anas Suaidi, Ir Akhmad Syarbini, Akhmad Akhyar Muttaqin ST dan diakhiri Kaka Suminta, semua memaparkan dengan sangat komprehensif dan disertai bukti faktual. Masing2 talent juga dengan santai namun tetap ilmiah memberikan Analisis berbasis sains terhadap apa yang dikemukakan, karena film ini bukan Fiksi tetapi Fakta," kata dia.
Tema khusus yang diangkat, lanjut Roy, dimulai dari Curang menuju Kebohongan hingga Kejahatan, MK ungkap Fakta-Fakta Presiden tidak lagi memenuhi Syarat sebagai Kepala Negara, Anomali Presiden, MK dan penyelenggara Pemilu 2024, Integritas vs Klaim SIREKAP hanya Pepesan kosong, Detail Amicus Curiae APDI dan Kecurangan vs integritas Pemilu.
"Dikemas secara Filmogis dan Sinematografis yang apik, dgn Pengaturan Lighting memenuhi kaidah standar Broadcast (ada Main light, side light, rim light bahkan fill-in light), InsyaaAllah film ini akan nyaman dipirsa dan ramah bagi indra kita. Ditake menggunakan sistem Multi canera dipadukan Inserting bukti bukti dan Fakta sesuai Topik yang dibahas secara sistematis membuatnya kronologis dan Terstruktur, meski bukan TSM sebagaimana perilaku kecurangan dan Kejahatan Pemilu yang sudah terjadi.
"Jadi, kita tunggu saja Release resmi Film dari APDI ini, judul pasti silakan ditunggu saja saat diumumkan besok saat Mulai Tayang di Social Media, termasuk tentu saja YouTube sebagai Platform utamanya. Bisa "Dirty Election" atau "Memang Curang" bahkan kata lain yg menggelitik, semua memang (sengaja) masih disimpan sebagau Parodi dari Data2 Babon atau Sumber Data Pemilu yg sempat mau disembunyikan oleh KPU bbrp waktu lalu (sebelum KIP akhirnya memerintahkan agar Data2 Publik tsb dibuka). At last but not least, Amicus Curiae akan semakin membludak dan diharapkan Penayangan dan Dampak dari Film Edukasi-Dokumenter APDI ini juga akan meledak," tandas Roy Suryo.
Editor : Suriya Mohamad Said